REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Pengertian.
Revolusi Industri 4.0 dapat diartikan sebagai era revolusi industri di mana seluruh entitas yang ada di dalamnya dapat saling berkomunikasi secara real time kapan saja dengan berlandaskan pemanfaatan teknologi internet dan CPS (Cyber-Physic Systems) guna mencapai tujuan tercapainya kreasi nilai baru ataupun optimasi nilai yang sudah ada dari setiap proses di industri. Studi menyebutkan istilah revolusi industri 4.0 pertama kali muncul pada 2012, ketika pemerintah Jerman memperkenalkan strategi pemanfaatan teknologi yang disebut dengan Industrie 4.0. dan merupakan salah satu pelaksanaan proyek Strategi Teknologi Modern Jerman 2020 (Germany’s High-Tech Strategy 2020). Strategi tersebut diimplementasikan melalui peningkatan teknologi sektor manufaktur, penciptaan kerangka kebijakan strategis yang konsisten serta penetapan prioritas tertentu dalam menghadapi kompetisi global. Dari hal tersebut, kemudian muncul istilah industrial revolution 4.0. Kata ‘revolusi’ digunakan untuk menunjukkan perubahan yang sangat cepat dan fundamental serta bersifat disruptive (merubah tatatan lama yang sudah ada selama bertahun-tahun).
Revolusi industri generasi ke-4 ini ditandai dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat dan masif. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan cepat telah melahirkan teknologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara otomatis. Mesin industri tidak lagi dikendalikan oleh tenaga manusia tetapi menggunakan Programmable Logic Controller (PLC) atau sistem otomatisasi berbasis komputer. Berbeda dengan revolusi industri sebelumnya, revolusi industri generasi ke-4 ini memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas. Kemajuan teknologi baru yang mengintegrasikan dunia, di mana konektivitas untuk memperoleh dan mengolah data, otomatis perangkat jaringan, IoT (internet of things), big data analytics, komputasi awan (cloud computing) dan keamanan cyber merupakan komponen utama dalam industri 4.0. Terkait dengan sebuah sistem, revolusi industri 4.0 merupakan pemanfaat sistem cerdas seperti IoT device dan penerapan algoritma untuk memonitoring dan membuat keputusan keseluruhan proses dari suatu sistem yang ada. Jadi dengan kata lain Industri 4.0 berhubungan erat dengan sistem otomasi dari keseluruhan sistem yang ada.
Dalam perkembangan Revolusi Industri 4.0, ada berbagai teknologi yang akan menjadi pilar utama yang berpengaruh besar terhadap kehidupan digitalisasi diantaranya adalah:
Implikasi dalam Kehidupan Sosial.
Dalam bukunya yang berjudul “The Fourth Industrial Revolution”, Prof Schawab (2016) menjelaskan bahwa revolusi industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental. Revolusi Industri 4.0 secara fundamental mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir, hidup dan berhubungan satu dengan yang lain. Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi saja, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial dan politik. Pada sektor ekonomi telah terlihat bagaimana perkembangan jasa transportasi online menggunakan sistem jaringan dari kehadiran taksi dan ojek daring. Hal yang sama juga terjadi di bidang sosial dan politik. Pada sektor Sosial, aplikasi temuan internet of things (IoT) dapat digunakan untuk mewujudkan smart city atau kota pintar. Perangkat yang ada di sekeliling kita akan berupaya untuk mengurangi limbah dan efisiensi dalam pemanfaatan energi yang sustainable. Interaksi sosial pun menjadi tanpa batas (unlimited), karena kemudahan akses internet dan teknologi, bahkan telah merubah pola prilaku masyarakat yang lebih berkomunikasi di dunia maya. Hal yang sama juga terjadi dalam bidang politik, melalui kemudahan akses digital, perilaku masyarakat pun bergeser. Aksi politik kini dapat dihimpun melalui gerakan-gerakan berbasis media sosial dengan mengusung ideologi politik tertentu. Bahkan media informasi dan komunikasi dijadikan alat politik untuk kepentingan tertentu.
Dari besarnya implikasi tersebut, maka tepatlah dikatakan dengan istilah industry revolution 4.0. Kata ‘revolusi’ digunakan untuk menunjukkan perubahan yang sangat cepat dan fundamental serta bersifat disruptive (merusak tatatan lama yang sudah ada selama bertahun-tahun). Namun di balik kemudahan yang ditawarkan, Revolusi Industri 4.0 menyimpan berbagai implikasi negatif terhadap kehidupan sosial, diantaranya ancaman pengangguran akibat otomatisasi, kerusakan alam akibat ekspoitasi industri, maraknya hoax akibat mudahnya penyebaran informasi serta renggangnya hubungan sosial masyarakat dalam lingkunngannya.
Implikasi dalam Dunia Militer.
⁃ Sumber Daya Manusia (SDM). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era revolusi industri 4.0 yang begitu pesat berpengaruh pula terhadap SDM militer. Saat ini para prajurit dapat dengan mudah memperoleh berbagai data dan informasi untuk pembelajaran sesuai dengan kebutuhan pengembangan kemampuan dalam ilmu pengetahuan militer dan berbagai pengetahuan lainnya. Begitu pula dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, di mana para prajurit sudah terbiasa menggunakan smartphone dan akses internet dalam kehidupan sehari-hari. Sistem komputerisasipun sudah menjadi bagian sarana utama yang digunakan para prajurit untuk mendukung tugas-tugasnya. Teknologi-teknologi yang berkembang di era revolusi industri 4.0 ini dapat memberikan kemudahan bagi prajurit untuk mengembangkan kemampuannya sekaligus mendukung pelaksanaan tugasnya. Namun tidak dipungkiri banyak juga penggunaan teknologi tersebut yang berdampak negatif bagi prajurit karena kurangnya kontrol, sehingga mengganggu pelaksanaan tugas pokok. Dampak perkembangan revolusi industri 4.0 ini harus menjadi perhatian militer, termasuk bagi Korps Marinir agar nilai positifnya dapat dimaksimalkan sekaligus nilai negatifnya dapat diminimalisir.
⁃ Alutsista. Perkembangan Revolusi Industri 4.0 telah menghasilkan teknologi persenjataan, teknologi informasi dan intelijen, Alutsista canggih serta sistem digitalisasi di dalamnya untuk memudahkan interoperabilitas. Alutsista yang dihasilkan terus berkembang dengan pesat dari waktu ke waktu. Terlebih lagi negara-negara di dunia sudah menyadari perubahan bentuk perang modern yang begitu kompleks dan didukung strategi perang informasi. Hal ini juga terpengaruh oleh perlombaan senjata negara-negara maju, sehingga perkembangan teknologi Alutsista begitu dinamis. Pilar teknologi Alutsista yang banyak dikembangkan saat ini berbasis pada digitalisasi, komputerisasi, otomatisasi, kecepatan jelajah dan daya hancur yang lebih efektif. Berbagai contoh bentuk persenjataan era revolusi industri 4.0 tersebut seperti sistem peralatan tanpa diawaki oleh tenaga manusia atau unmanned system, seperti Unmanned Aerial Vehicle (UAV), Unmanned Surface Vehicle (USV) dan Unmanned Sub-Survace Vehicle (USSV). Begitupula dengan senjata-senjata laser, seperti yang dimiliki oleh Amerika Serikat berupa LaWS (Laser Weapon System) yang telah beroperasi di kapal logistik amfibi USS Ponce, dengan kecepatan jelajah dan daya rusak yang sangat tinggi. Contoh lainnya pengembangan Tank Armata oleh Rusia dengan memiliki turret sepenuhnya otomatis dan tanpa awak yang dilengkapi dengan meriam 125 milimeter yang mampu mencapai target dengan jarak tujuh kilometer dengan kecepatan tembak 12 peluru per menit. Perkembangan teknologi Alutsista yang begitu dinamis memang sulit untuk diimbangi oleh militer Indonesia, termasuk Korps Marinir di tengah berbagai keterbatasan dalam aspek anggaran, infrastruktur industri pertahanan, kemampuan riset dan litbang. Kedepan sudah saatnya militer Indonesia, khususnya Korps Marinir dapat memperhatikan implikasi revolusi industri 4.0 agar tidak tertinggal dan mampu beradaptasi.
⁃ Taktik dan Strategi Militer. Perkembangan teknologi militer di era revolusi industri 4.0 berpengaruh pada perkembangan taktik dan strategi militer yang aplikatif dengan teknologi tersebut, seperti contohnya perang informasi dan penerapan peperangan berbasis jaringan (Network Centric Warfare). Strategi Perang Informasi. Pada era revolusi industri 4.0 yang ditandai digitalisasi data, maka informasi merupakan senjata yang dapat mematikan musuh dan dapat pula menghancurkan diri sendiri sehingga penguasaan terhadap informasi adalah langkah utama dan penting untuk meraih keunggulan informasi (information superiority). Oleh karena itu pada definisi awalnya “information operations” adalah tindakan-tindakan untuk mempengaruhi informasi dan sistem informasi musuh sedangkan pada saat yang sama mempertahankan informasi dan sistem informasi sendiri. Operasi informasi terdiri atas tindakan-tindakan yang dilaksanakan untuk memperoleh keuntungan, mengeksploitasi, mempertahankan, atau menyerang informasi dan sistem informasi dan mencakup informasi dalam peperangan dan peperangan informasi dan dilaksanakan sepanjang semua fase sebuah operasi dan lintas rentang operasi-operasi militer. Operasi-operasi ini ada untuk mendukung para komandan dalam menentukan situasi, menilai ancaman-ancaman dan risiko-risiko serta mengambil keputusan yang benar secara tepat waktu. Keputusan seperti itu dapat dicapai bila keunggulan informasi telah diraih dan dipertahankan pada tingkatan tertentu. Dalam latihan perang, operasi informasi sudah sering diaplikasi oleh militer termasuk Korps Marinir. Operasi informasi dilaksanakan olah Satuan Tugas Informasi (Satgas Info) dengan melaksanakan operasi informasi ofensif dan operasi informasi defensif untuk merebut dan mempertahankan keunggulan informasi yang terdiri dari kegiatan public affairs, pengamanan informasi, pengelabuan militer, psyops (operasi psikologi), kontra opini, pernika informasi dan cyber warfare (perang siber). Walaupun begitu, kemampuan perang informasi ini masih perlu peningkatan. Hal ini mengingat ancaman dan bahaya perang Informasi di Indonesia ditinjau dari aspek operasi informasi, intelijen, elektronika, psikologi/urat syaraf dan hacker potensinya sangat besar dan belum diimbangi dengan kekuatan dan kapabilitas militer untuk menghadapinya. Untuk itu, kapabilitas dalam menjalankan perang informasi sangat penting bagi Korps Marinir. Dalam hal ini, perlu adanya strategi dan upaya-upaya antisipasi, adaptasi dan akselerasi perkembangan teknologi informasi di era revolusi industri 4.0 melalui penataan kebijakan, pengembangan infrasruktur serta peningkatan kualitas piranti keras dan piranti lunak dengan memanfaatkan industri dalam negeri. Di samping itu, perlu adanya strategi untuk meningkatkan kualitas dan kapabilitas prajurit Korps Marinir di bidang teknologi informasi melalui peningkatan fasilitas dan kesejahteraan, sistem pendidikan dan latihan serta pemberian apresiasi bagi prajurit yang berkompeten.
⁃ Strategi militer berbasis teknologi Network centric warfare (NCW). Perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan elektronika yang begitu pesat di era revolusi industri 4.0 telah dimanfaatkan untuk mendukung kepentingan komunikasi antar pasukan, ant'ar komponen militer atau jalur komando yang difasilitasi oleh sistem komando kendali (Siskodal) militer modern dalam bentuk Network centric warfare (NCW) secara terintegrasi. Inti dari network centric warfare adalah penggunaan dan penyebaran informasi untuk memperoleh keunggulan di medan perang. Menurut doktrin Network Centric Warfare (NCW), keunggulan tersebut diwujudkan melalui proses-proses yaitu menghubungkan pasukan dengan network untuk memudahkan pertukaran informasi yang akan meningkatkan kualitas informasi (kelengkapan informasi, kemutakhiran informasi) dan meningkatkan kesadaran situasional (situational awareness), sehingga akan dapat meningkatkan efektivitas pencapaian misi. Dalam implementasinya di lapangan, doktrin NCW terlihat dari mulai digunakannya berbagai peralatan informasi dan komunikasi yang semakin intens sejak perang teluk I dan II. Perangkat seperti GPS, NVG dan Kamera telah digunakan pada level individu dan saling terhubung melalui jaringan komunikasi militer. Selain perangkat pengirim informasi, perangkat penerima informasi seperti laptop dan PDA juga digunakan untuk menerima informasi real time intelligence. Dengan demikian, pasukan di lapangan dapat menerima informasi gambar perkembangan situasi secara real time dari UAV ataupun satelit mata-mata dan mengambil keputusan dan tindakan dengan cepat. Konsep Teknologi network centric warfare (NCW) dalam operasi militer telah begitu berkembang dan bukan hanya digunakan oleh negara adikuasa seperti AS dan Rusia saja atau negara maju seperti Tiongkok dan India, namun juga mulai diadopsi oleh berbagai negara berkembang lainnya, termasuk Australia sebagai negara tetangga terdekat dengan Indonesia. Negara-negara tersebut berlomba-lomba mengembangkan konsep NCW dan tidak dapat dipungkiri banyak negara tetangga Indonesia juga mulai mengadopsi konsep NCW ini, sehingga menjadi keharusan bagi Indonesia untuk mengadopsinya dalam strategi pertahanan negara. Walaupun konsep pengembangan teknologi NCW dalam strategi pertahanan negara belum termaktub secara jelas dan terarah, namun selama ini terus direspon oleh TNI. Dalam hal ini, TNI telah mengembangkan sistem "Network Centric Warfare" dalam kebijakannya, termasuk dalam latihan operasi gabungan tiga matra (Latgab TNI 2019), di Pos Tinjau T-12 Puslatpur Marinir-5 Baluran. Dalam latihan tersebut, sistem interoperability merupakan isu utama karena merupakan bagian dari platform yang sedang dibangun oleh TNI yaitu Network Centric Warfare. Hal ini memperlihatkan bahwa teknologi NCW sudah mendapat respon kuat dari TNI dengan berbagai rencana pengembangan platform yang perlu didukung adanya pengembangan secara jelas dan terarah khususnya dalam strategi militer yang selama ini memang masih menjadi harapan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, walaupun Program pengembangan sistem operasi berbasis teknologi Network Centric Warfare (NCW) telah ditetapkan sebagai platform pembangunan kekuatan TNI, namun memang masih banyak kendala/hambatan untuk mengimplementasikannya dalam strategi pertahanan negara serta kendala/hambatan terkait kesiapan personel, Alutsista, sarana prasarana dan peralatan pendukung pengembangan teknologi NCW tersebut. Kendala/hambatan terkait pengembangan strategi pertahanan negara termasuk halnya Doktrin TNI dan Doktrin masing-masing Angkatan yang masih belum terintegrasi, khususnya berkaitan dengan penerapan konsep NCW yang jelas dan terarah. Begitu pula dengan kesiapan personel, Alutsista serta sarana prasarana pendukungnya yang selama ini masih belum memadai merupakan tantangan tersendiri dalam pengembangan strategi pertahanan negara berbasis teknologi NCW guna mendukung keberhasilan tugas pokok TNI. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan berbagai langkah strategis agar pengembangan strategi militer yang berbasis teknologi Network Centric Warfare (NCW) dapat diaplikasikan oleh TNI termasuk Korps Marinir, baik kesiapan Doktrin, Alutsista, personel maupun sarana prasarana dan peralatan pendukungnya.
PELUANG DAN TANTANGAN REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Peluang.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era revolusi industri 4.0 memunculkan berbagai bentuk peluang bagi militer khususnya Korps Marinir dalam mengembangkan kekuatan dan kemampuan yang lebih handal, mengefektifkan pelaksanaan tugas serta memberikan kemudahan-kemudahan dalam penyelesaian permasalahan yang ada. Berbagai bentuk peluang tersebut, diantaranya :
⁃ Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi yang didukung internet akan memudahkan prajurit untuk mendapat data dan informasi yang dibutuhkan. Hal ini dapat berguna bagi pengembangan pengetahuan prajurit sekaligus dapat mendukung tugas-tugas.
⁃ Penetrasi alat-alat elektronik di era industri 4.0 seperti komputer dan handphone yang telah menjadi sarana umum bagi militer menjadi peluang untuk memberikan kemudahan dalam berbagai pelaksanaan berbagai tugas dan kegiatan Korps Marinir. Gadget-gadget tersebut mampu mendukung sistem administrasi dan komunikasi yang cepat dan efisien.
⁃ Kemajuan persenjataan dan peralatan militer khususnya Alutsista canggih dapat diadopsi untuk probangkuat Korps Marinir yang modern barbasis kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan teknologi tersebut seperti hadirnya robotic, bigdata dan artificial intelligence dapat menggantikan beberapa tugas manusia yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan kekurangan personil atau menjawab efisiensi penggunaan personel.
⁃ Digitalisasi Alutsista dan sistem operasi militer yang terintegrasi akan memudahkan prajurit marinir dalam pelaksanaan operasi gabungan untuk mendukung pencapaian tugas pokok secara efektif. Pengintegrasian sistem komando dan pengendalian (Siskodal) seperti pada jaringan komunikasinya yang dilengkapi dengan informasi gambar perkembangan situasi secara real time dapat membantu mempercepat proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penugasan operasi yang dilaksanakan oleh Korps Marinir seperti pada operasi amfibi atau ekspedisoner, sehingga kegiatan proses perencanaan dan pengambilan keputusan (Biltus) tersebut semakin efektif, efisien dan cepat dan bahkan dapat dilaksanakan di kapal markas sambal melaksanakan lintas laut (Linla) menuju daerah sasaran.
⁃ Hadirnya berbagai jenis perangkat lunak yang dapat memberikan berbagai kemudahan dalam penyelesaian tugas atau permasalahan di Korps Marinir seperti aplikasi e-planning and e-budgeting yang dapat membantu efektivitas, efisiensi dan transparansi dari proses perencanaan dan penyusunan anggaran untuk mencegah inefisiensi, overlapping dan pemborosan anggaran; aplikasi manajemen perbekalan dan aset yang memudahkan pendataan, pengawasan, pelacakan dan mengkategorisasikan aset fisik seperti senjata, kendaraan atau perlengkapan militer lainnya yang ada di Korps Marinir serta aplikasi manajemen pemeliharaan dan perawatan yang dapat membantu memantau dan menjadwalkan waktu pemeliharaan dan perawatan serta dapat mempertahankan daur hidup (life circle) dari material yang ada dalam kondisi siap operasi.
⁃ Hadirnya teknologi seperti UAV atau drone yang berukuran besar atau kecil yang berkemampuan multi fungsi sebagai pengintai (Reconnaissance), Pengawasan (Surveillance), Pengiriman logistik atau yang dipersenjatai (lethal autonomous weapon) sebagai penyerang akan dapat meningkatkan daya gempur (firepower and mobility), perlindungan (protection) dan keamanan (secure) bagi satuan-satuan Korps Marinir di medan pertempuran.
⁃ Perkembangan teknologi di segala bidang baik di bidang informasi, elektronik ataupun persenjataan memberikan sebuah kemungkinan untuk membentuk satuan yang multi domain termasuk berkemampuan siber (cyber capability) yang mampu bertempur disegala medan tempur termasuk di dunia siber (cyberspace).
Tantangan.
Revolusi industri 4.0 tidak hanya menyediakan peluang bagi kemajuan industri pertahanan dan teknologi militer, tetapi juga tantangan bagi militer negara-negara berkembang termasuk Korps Marinir. Dalam hal ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pemicu revolusi industri juga diikuti dengan implikasi lain bagi Korps Marinir apabila tidak mampu adaptif terhadap perkembangan revolusi industri 4.0. Tantangan terbesar dari perkembangan era industri 4.0 bagi prajurit, khususnya Korps Marinir sebagai salah satu kekuatan TNI adalah kesiapan SDM yang harus memiliki kapabilitas yang tidak hanya sebatas kompetensi menggunakan teknologi saja, namun lebih dari itu harus lebih memahami secara mendetail teknologi tersebut. Dengan begitu, setiap prajurit dapat benar-benar menguasainya serta mampu memaksimalkan kelebihan yang dimilikinya dan mengetahui titik kelemahan hingga cara mengatasinya. Begitu pula dengan tantangan di bidang pengembangan kekuatan dan kemampuan Alutsista yang adaptif dengan perkembangan teknologi era industri 4.0. Tantangan ini memaksa Korps Marinir harus mampu mengembangkan interoperabilitas Alutsista berbasis teknologi komputerisasi dan otomatisasi yang terintegrasi.
SDM
Kesiapan. Saat ini Korps Marinir memiliki kekuatan SDM yang cukup besar dengan pengembangan organisasi Pasukan menjadi 3 (tiga) Pasmar yang diperkuat dengan berbagai satuan infanteri, Artileri, Kavaleri, Banpur dan Intai amfibi marinir (Taifib). Prajurit-prajurit yang tergabung dalam Korps Marinir telah mendapatkan berbagai bentuk Pendidikan dan pelatihan yang berjenjang, termasuk kursus-kursus di bidang teknologi. Secara umum gambaran kemampuan SDM Korps Marinir dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 adalah sebagai berikut : Pertama, Kesiapan SDM Korps Marinir dalam hal penggunaan teknologi informasi dan komunikasi saat ini sudah memiliki kapasitas basic skiil dan knowledge yang cukup memadai dalam pelaksanaan tugas sehari-hari; Kedua, Kesiapan SDM Korps Marinir dalam hal teknologi komputerisasi saat ini sudah beradaptasi dalam operasional hardware dan software serta teknologi elektronika lainnya yang modern. Walaupun demikian sebagian prajurit masih terbatas pada kemampuan basic dalam mengoperasionalkan peralatan komputer; Ketiga, Kesiapan SDM Korps Marinir dalam hal adaptasi terhadap teknologi Alutsista modern baik manual maupun sistem digitalisai dan integrasi cukup memadai. Namun masih cukup terbatas di tengah kondisi kesiapan Alutsista yang terbatas pula; Keempat, Kesiapan SDM Korps Marinir dalam hal inovasi teknologi sejalan perkembangan revolusi industri 4.0 masih belum memadai ditengah pesatnya perkembangan teknologi tersebut serta terbatasanya sara riset dan litbang yang
Tuntutan. Perkembangan lingkungan strategis di era Revolusi Industri 4.0. dalam aspek militer menyebabkan terjadinya Revolutionary in Military Affairs (RMA) yang berimplikasi pada perubahan strategi perang dan taktik tempur dalam dunia militer. Penggunaan teknologi sistem deteksi, komunikasi, komputerisasi dan persenjataan modern menuntut kompetensi akademik dan keterampilan yang tinggi pada para prajurit yang menggunakannya. Untuk dapat memanfaatkan peluang sekaligus menjawab tantangan era Revolusi Industri 4.0, maka setiap prajurit Korps Marinir dituntut untuk memiliki kemampuan khusus di bidang teknologi di samping kekuatan fisik dan mental. Kemampuan khusus tersebut berupa kompetensi dan kapabilitas sebagai berikut :
Pertama, setiap prajurit wajib memiliki kapabilitas untuk menggunakan teknologi informasi, komunikasi dan komputerisasi sesuai perkembangan revolusi industri 4.0. Saat ini, teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi kebutuhan penting dalam mendukung kagiatan maupun tugas operasional prajurit. Peralatan seperti smartphone, komputer dan layanan internet di era revolusi industri 4.0 saat ini sangat berguna bagi kepentingan militer, baik untuk kebutuhan informasi maupun komunikasi. Kemampuan menggunakan telepon pintar diperlukan agar setiap prajurit dapat dengan cepat memenuhi kebutuhan informasi dan komunikasi. Demikian pula dengan kemampuan menggunakan Internet yang merupakan salah satu jaringan yang memang efektif untuk memberikan informasi, menyediakan informasi dan penerima informasi dengan cepat untuk mendukung tugas sebagai prajurit, terutama aplikasi untuk membantu mengantarkan pesan dengan cara mudah misalnya ada aplikasi e-mail serta media sosial yang merupakan aplikasi berbasis online dan bisa memudahkan prajurit mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan cepat. Sementara itu, kemampuan menggunakan sistem komputerisasi diperlukan bagi prajurit untuk mendukung dalam berbagai kegiatan seperti kedinasan, pendidikan maupun operasional peralatan berbasis komputer. Terkait dengan kapabilitas untuk menggunakan teknologi informasi, komunikasi dan komputerisasi, maka setiap prajurit perlu mendapatkan pendidikan maupun kursus secara memadai. Selan itu perlu juga ada pembinaan dan pembekalan khusus agar setiap prajurit dapat menggunakan teknologi informasi, komunikasi dan komputerisasi secara bijak sesuai dengan kebutuhan. Pembinaan dan pembekalan tersebut mencakup berbagai kemampuan berupa :
1) Pemahaman Literasi Informasi dengan tujuan : Agar setiap prajurit dapat mengakses informasi secara efisien dan efektif; Agar setiap prajurit dapat meningkatkan kemampuan membaca, menganalisis dan menggunakan informasi di dunia digital (Big Data), sekaligus mengevaluasi informasi secara kritis, kompeten dan kreatif; Agar setiap prajurit dapat memiliki pemahaman dasar persoalan etis/hukum di seputar akses dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi secara bijak.
2) Pemahaman Literasi Media dengan tujuan : Agar setiap prajurit dapat memilah dalam menggunakan sarana media informasi, komunikasi dan komputerisasi, serta penggunaan media tersebut secara aman mengingat akan berhubungan dengan kepentingan militer; Agar setiap prajurit dapat bijak menggunakan media sesuai peruntukan dan kebutuhannya tanpa mengganggu tugas pokoknya; Agar setiap prajurit dapat memiliki pemahaman dasar persoalan etis/hukum di seputar penggunaan media ataupun memiliki kemampuan komunikasi dalam media..
3) Pemahaman Literasi Teknologi dengan tujuan : Agar setiap prajurit dapat menggunakan teknologi digital, sarana komunikasi dan/atau jaringan yang sesuai untuk mengakses, mengelola, memadukan, mengevaluasi dan menciptakan informasi agar berfungsi untuk menunjang tugasnya; Agar setiap prajurit dapat menggunakan teknologi sebagai sarana untuk penelitian, pengaturan, evaluasi serta pengembangan kemampuannya; Agar setiap prajurit dapat memahami cara kerja peralatan mesin, aplikasi teknologi serta sistem persenjataan yang ada untuk dapat dipergunakan secara efektif dan efisien.
Kedua, setiap prajurit harus memiliki kemampuan bidang kepemimpinan dan manajerial dalam menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0. Organisasi militer khususnya Korps Marinir membutuhkan sosok prajurit yang memiliki kapabilitas sebagai pemimpin sekaligus sebagai manajer untuk menghadapi perkembangan teknologi informasi, komunikasi, komputerisasi, otomatisasi serta jaringan-jaringan Siskodal di era revolusi industri 4.0 yang begitu pesat. Setiap prajurit dituntut untuk memiliki kompetensi kepemimpinan yang tangkas (agility) dan visioner. agar dapat bersama-sama dengan anggotanya untuk dapat menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0. Karakter kepemimpinan tersebut dibutuhkan oleh prajurit dalam hubungannya dengan satuan, anggota serta dalam mengambil keputusan dan mengembangkan organisasi. Di samping itu, setiap prajurit dituntut pula untuk dapat memiliki kapabilitas sebagai manajer untuk dapat membuat perencanaan, pengorganisasian, pengatualisasian dan pengontrolan (planning, organizing, actuating dan controlling/POAC) terhadap kagiatan organisasi dalam mengoptimalkan berbagai peluang dan menjawab tantangan era revolusi industri 4.0. Karakter manajerial tersebut dibutuhkan oleh prajurit dalam hubungannya dengan pengaturan, penggunaan dan pengembangan teknologi yang terus berkembang pesat. Dengan kapabilitasnya dalam hal kepemimpinan dan manajerial, maka prajurit mampu berpikir dan bertindak lebih cepat mengantisipasi perubahan dampak globalisasi pada era Revolusi Industri 4.0. Karakter pemimpin yang tangkas dan visioner serta karakter manajer yang handal akan dapat menciptakan figure prajurit dengan kapabilitas yang mampu beradaptasi dan memiliki motivasi kuat untuk menguasai dan mengembangkan organisasi Korps Marinir yang kokoh dan dinamis.
Ketiga, memiliki kapabilitas untuk dapat beradaptasi dan mengaplikasikan perkembangan teknologi militer. Korps Marinir harus mampu beradaptasi terhadap perkembangan teknologi militer di era revolusi industri 4.0 yang begitu cepat dan masif. Produk teknologi militer seperti sistem deteksi, sarana informasi, komunikasi dan komputerisasi serta berbagai persenjataan modern yang terus berkembang harus mampu dikuasai oleh setiap prajurit. Dalam hal ini, setiap prajurit harus dapat beradaptasi dengan cepat dalam mengaplikasikan teknologi baru, sekaligus dapat mengadopsi perkembangan teknologi tersebut dalam lingkup operasionalnya. Peralatan teknologi militer yang telah dimiliki harus mampu dikuasai dengan mahir, sehingga adaptasi terhadap pengembangan ke depannya akan mudah diaplikasikan. Sementara itu, pengembangan dan pengadaan peralatan teknologi yang baru harus dapat disinergikan dengan peningkatan kapabilitas prajurit yang akan mengawakinya. Hal ini mengingat bahwa keseimbangan antara pengembangan kapabilitas prajurit merupakan hal yang penting, akan tetapi biasanya kurang sebanding dengan cepatnya perkembangan teknologi, sehingga berimplikasi pada ketertinggalan dalam aspek teknologi. Dalam hal ini, prajurit yang adaptiflah yang akan mampu menjawab tantangan perkembangan teknologi militer di era Revolusi Industri 4.0 dan mampu mengaplikasikan teknologi tersebut dalam pelaksanaan tugas.
Keempat, memiliki kapabilitas untuk berinovasi di bidang teknologi militer. Perkembangan teknologi militer di era Industri 4.0 yang begitu pesat saat ini, dipengaruhi pula oleh adanya perlombaan negara-negara maju, sehingga semakin mempercepat terciptanya produk teknologi-teknologi yang baru dari waktu ke waktu. Teknologi militer yang mengandalkan kecanggihan Alutsista, berbagai peralatan nir awak, mesin-mesin robotik, otomatisasi, kecepatan dan ketepatan, juga tetap membutuhkan personel-personel yang tak hanya mampu mengoperasikan, tapi juga dapat berinovasi sejalan dengan laju perkembangan teknologi tersebut. Kemampuan inovasi merupakan satu kebutuhan penting di era revolusi industri 4.0 agar mampu survive dan tidak jauh tertinggal dalam persaingan global. Untuk itu, Korps Marinir harus mampu meningkatkan kapabilitas prajurit dalam berinovasi dengan berbagai teknologi yang berkembang. Peningkatan kapabilitas prajurit untuk berinovasi cukup penting terealisasi dengan pendidikan, riset dan pengembangann yang mensinergikan antara pengetahuan, sains dan teknologi secara menyeluruh, sehingga memiliki kemampuan untuk menciptakan produk-produk teknologi militer baru yang lebih handal, lebih canggih dan lebih memudahkan prajurit dalam pencapaian tugas pokoknya.
Alutsista.
Kondisi alutsista Korps Marinir Indonesia saat ini memang belum didesain untuk menghadapi perkembangan dari Revolusi Industri 4.0 karena masih belum berbasis teknologi modern dengan interoperabilitas, siskodal yang masih berbasis voice data dan masih terbatasnya peremajaan alutsista sehingga belum bisa kompatibel dengan teknologi terkini. Saat ini Korps Marinir mengoperasikan berbagai unit Tank Amfibi, kendaraan pendarat amfibi (Ranratfib), Rantis dan Ransus. Begitupula dengan pengoperasian berbagai senjata Artileri medan seperti Meriam howitzer 105 mm dan peluncur roket multilaras (MLRS) serta persenjataan Artileri Pertahan Udara (Arhanud) seperti Meriam Hanud. Sebagian dari Alutsista tersebut memang sudah cukup tua dan dari aspek teknologi dapat dikatakan masih tertinggal. Sementara itu, beberapa Alutsista Korps Marinir yang memiliki teknologi cukup memadai seperti Tank BMP-3 dengan persenjataan ATGM canon berkaliber 100 mm, kanon otomatis berkaliber 30 mm dan mitraliur berkaliber 7,62 mm. Begitupula dengan kendaran pendarat amfibi BT-3F yang memiliki pengendali senjata DPV-T (RWCS) dan senapan mesin 7.62mm x 54mm serta dilengkapi dengan layar dan laser untuk pengintaian, pengawasan dan akuisisi target. Sebagian besar Alutsista Korps Marinir dalam kondisi siap operasional dan siap mendapatkan pengembangan khususnya sistem digitalisasi untuk memudahkan integrasi agar tercapai interoperabilitas.
Di masa depan, Alutsista Marinir dituntut dapat dikembangkan dalam sistem digitalisasi, komputerisasi dan otomatisasi agar lebih mudah diitegrasikan untuk menciptakan interoperabilitas. Interoperabilitas atau keterhubungan Alutsista Korps Marinir dalam satu sistem yang terintegrasi sangat diperlukan pada era Revolusi Industri 4.0, mengingat hal tersebut merupakan elemen utama dari arsitektur pertahanan militer sebagai efek penggentar (deterrence effect) dalam strategi penangkalan, sekaligus sebagai sarana penting untuk memenangkan persaingan dan peperangan. Perubahan atau peningkatan kecanggihan teknologi Alutsista berjalan sesuai dengan perkembangan teknologi serta perubanan ancaman dan strategi militer. Perkembangan perang modern bercirikan asimetris dan nonlinier yang memanfaatkan seluruh sarana prasarana dan sistem senjata berbasis teknologi informasi, komunikasi, komputerisasi, digitalisasi serta otomatisasi persenjataan yang modern dan canggih, sehingga seluruh Alutsista terhubung dalam satu sistem dan dipergunakan secara terintegrasi.
Sistem komputerisasi dan digitalisasi dapat menghasilkan interoperabilitas Alutsista, khususnya sebagai media penerima dan pengolah data informasi serta sebagai pengembangan mekanisme dari sistem operasional Alutsista yang semula bersifat manual menjadi serba otomatis karena menggunakan media komputer dan sistem digital. Komputerisasi dan digitalisasi pada era Revolusi Industri 4.0 dapat dimanfaatkan untuk penggunaan/operasional Alutsista yang terintegrasi, sehingga dapat lebih berdaya guna dengan kecepatan dan efektifitas dalam operasionalnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan interoperabilitas adalah dengan membuat perencanaan kebutuhan Alutsista secara terintegrasi antar matra. Melalui perencanaan kebutuhan secara terintegrasi, maka dapat dicegah timbulnya redundansi dalam pengadaan Alutsista. Keuntungan lain yang diperoleh dari perencanaan secara terintegrasi adalah meningkatnya interkoneksitas dan interoperabilitas pada saat digunakan dalam operasi gabungan. Selain itu, perlu adanya pengembangan sistem komputerisasi dan digitalisasi pada Alutsista, sehingga dapat mudah terintegrasi dalam satu sistem untuk mengefektifkan pelaksanaan operasi. Alutsista ini juga harus secepatnya dikembangkan agar berbasis pada penggunaan teknologi big data dan artificial intelligence melalui inovasi.
Taktik dan Strategi Militer.Perkembangan teknologi pertahanan di era Revolusi Industri 4.0 akan terus berjalan dengan cepat dan masif, sehingga diyakini sangat berpengaruh terhadap perubahan taktik dan strategi militer. Hal ini tidak dapat dipungkiri menjadi tantangan tersendiri bagi Korps Marinir untuk selalu menyesuaikan taktik dan strategi militer, khususnya dalam menghadapi perkembangan ancaman dan bentuk perang di masa datang. Sejalan dengan perkembangan perang masa datang, maka teori RMA (Revolution in Military Affairs) tetap akan berjalan seiring dengan mengandalkan kekuatan senjata dengan kendali jarak jauh dan terintegrasi. Para pakar RMA banyak berbicara tentang penerapan “space control” untuk peperangan di masa datang, dimana perang akan didominasi oleh perang informasi dan perkembangan strategi NCW (Network Centric Warfare) dengan penguatan interoperabilitas sistem kendali satelit, telekomunikasi dan jaringan komputer. Dalam perkembangan strategi militer selanjutnya, maka konsep operasi gabungan atau joint operation, akan menjadi prioritas utama.
Korps Marinir sebagai bagian integral dari TNI dan TNI AL adalah salah satu kekuatan dalam Operasi gabungan TNI, terutama saat pelaksanaan operasi Amfibi dan Operasi Pertahanan Pantai yang melibatkan dukungan kekuatan udara dan kekuatan lainnya. Namun seiring dengan perkembangan ancaman dan perang di masa mendatang yang asimetris, maka operasi gabungan ini akan dapat berubah atau berkembang lebih luas dalam bentuk organisasi gabungan dari matra darat, laut, dan udara, bahkan dengan melibatkan unsur-unsur kekuatan sipil dan pemerintah secara terintegrasi. Bahkan dalam operasi tersebut akan ada pemanfaatan kekuatan gabungan antara teknologi physical dan psychological. Sistem digitalisasi dan komputerisasi canggih akan mengendalikan semua elemen kekuatan pasukan. Perangkat lunaknya didasarkan pada pengetahuan bagaimana otak bekerja dan juga umpan balik dari sensor yang menyatukan senjata dengan sistem otak dan saraf dari operator. Hal-hal tersebut menjadi tantangan yang harus dapat dijawab oleh Korps Marinir, agar dapat beradaptasi dengan berbagai bentuk perubahan atau perkembangan taktik dan strategi militer di era revolusi industri 4.0. Artinya, utuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0, maka Korps Marinir harus dapat beradaptasi, berakselerasi dan berinovasi dengan melakukan perubahan serta pengembangan taktik dan strategi militer yang lebih terintegrasi.
Pengertian.
Revolusi Industri 4.0 dapat diartikan sebagai era revolusi industri di mana seluruh entitas yang ada di dalamnya dapat saling berkomunikasi secara real time kapan saja dengan berlandaskan pemanfaatan teknologi internet dan CPS (Cyber-Physic Systems) guna mencapai tujuan tercapainya kreasi nilai baru ataupun optimasi nilai yang sudah ada dari setiap proses di industri. Studi menyebutkan istilah revolusi industri 4.0 pertama kali muncul pada 2012, ketika pemerintah Jerman memperkenalkan strategi pemanfaatan teknologi yang disebut dengan Industrie 4.0. dan merupakan salah satu pelaksanaan proyek Strategi Teknologi Modern Jerman 2020 (Germany’s High-Tech Strategy 2020). Strategi tersebut diimplementasikan melalui peningkatan teknologi sektor manufaktur, penciptaan kerangka kebijakan strategis yang konsisten serta penetapan prioritas tertentu dalam menghadapi kompetisi global. Dari hal tersebut, kemudian muncul istilah industrial revolution 4.0. Kata ‘revolusi’ digunakan untuk menunjukkan perubahan yang sangat cepat dan fundamental serta bersifat disruptive (merubah tatatan lama yang sudah ada selama bertahun-tahun).
Revolusi industri generasi ke-4 ini ditandai dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat dan masif. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat dan cepat telah melahirkan teknologi informasi dan proses produksi yang dikendalikan secara otomatis. Mesin industri tidak lagi dikendalikan oleh tenaga manusia tetapi menggunakan Programmable Logic Controller (PLC) atau sistem otomatisasi berbasis komputer. Berbeda dengan revolusi industri sebelumnya, revolusi industri generasi ke-4 ini memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas. Kemajuan teknologi baru yang mengintegrasikan dunia, di mana konektivitas untuk memperoleh dan mengolah data, otomatis perangkat jaringan, IoT (internet of things), big data analytics, komputasi awan (cloud computing) dan keamanan cyber merupakan komponen utama dalam industri 4.0. Terkait dengan sebuah sistem, revolusi industri 4.0 merupakan pemanfaat sistem cerdas seperti IoT device dan penerapan algoritma untuk memonitoring dan membuat keputusan keseluruhan proses dari suatu sistem yang ada. Jadi dengan kata lain Industri 4.0 berhubungan erat dengan sistem otomasi dari keseluruhan sistem yang ada.
Dalam perkembangan Revolusi Industri 4.0, ada berbagai teknologi yang akan menjadi pilar utama yang berpengaruh besar terhadap kehidupan digitalisasi diantaranya adalah:
- Internet of Things (IoT). Adalah sebuah konsep dimana suatu objek yang memiliki kemampuan untuk mentransfer data melalui jaringan tanpa memerlukan interaksi manusia.
- Big Data. Adalah istilah yang menggambarkan volume data yang besar, baik data yang terstruktur maupun data yang tidak terstruktur.
- Simulation dan Augumented Reality (AR). Adalah simulasi keadaan untuk pengujian dengan dukungan teknologi seperti AR yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi, lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata.
- Cyber Security. Adalah upaya untuk melindungi informasi dari adanya cyber attack dalam operasi informasi seperti mengganggu kerahasiaan (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersedian (availability) informasi.
- Artifical Intelegence (AI). Merupakan sebuah teknologi komputer atau mesin yang memiliki kecerdasan buatan seperti manusia.
- Addictive Manufacturing. Merupakan terobosan baru di industri manufaktur seperti menggunakan printer 3D untuk membuat produk lebih cepat dan efisien.
- Integeration System. Merupakan rangkaian yang menghubungkan beberapa sistem bagi secara fisik maupun fungsional secara terintegrasi.
- Cloud Computing. Adalah teknologi yang menjadikan internet sebagai pusat pengelolaan data dan aplikasi, di mana pengguna komputer diberikan hak akses (login) mengakses server virtual untuk bisa konfigurasi server melalui internet.
Implikasi dalam Kehidupan Sosial.
Dalam bukunya yang berjudul “The Fourth Industrial Revolution”, Prof Schawab (2016) menjelaskan bahwa revolusi industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental. Revolusi Industri 4.0 secara fundamental mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir, hidup dan berhubungan satu dengan yang lain. Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi saja, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial dan politik. Pada sektor ekonomi telah terlihat bagaimana perkembangan jasa transportasi online menggunakan sistem jaringan dari kehadiran taksi dan ojek daring. Hal yang sama juga terjadi di bidang sosial dan politik. Pada sektor Sosial, aplikasi temuan internet of things (IoT) dapat digunakan untuk mewujudkan smart city atau kota pintar. Perangkat yang ada di sekeliling kita akan berupaya untuk mengurangi limbah dan efisiensi dalam pemanfaatan energi yang sustainable. Interaksi sosial pun menjadi tanpa batas (unlimited), karena kemudahan akses internet dan teknologi, bahkan telah merubah pola prilaku masyarakat yang lebih berkomunikasi di dunia maya. Hal yang sama juga terjadi dalam bidang politik, melalui kemudahan akses digital, perilaku masyarakat pun bergeser. Aksi politik kini dapat dihimpun melalui gerakan-gerakan berbasis media sosial dengan mengusung ideologi politik tertentu. Bahkan media informasi dan komunikasi dijadikan alat politik untuk kepentingan tertentu.
Dari besarnya implikasi tersebut, maka tepatlah dikatakan dengan istilah industry revolution 4.0. Kata ‘revolusi’ digunakan untuk menunjukkan perubahan yang sangat cepat dan fundamental serta bersifat disruptive (merusak tatatan lama yang sudah ada selama bertahun-tahun). Namun di balik kemudahan yang ditawarkan, Revolusi Industri 4.0 menyimpan berbagai implikasi negatif terhadap kehidupan sosial, diantaranya ancaman pengangguran akibat otomatisasi, kerusakan alam akibat ekspoitasi industri, maraknya hoax akibat mudahnya penyebaran informasi serta renggangnya hubungan sosial masyarakat dalam lingkunngannya.
Implikasi dalam Dunia Militer.
⁃ Sumber Daya Manusia (SDM). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era revolusi industri 4.0 yang begitu pesat berpengaruh pula terhadap SDM militer. Saat ini para prajurit dapat dengan mudah memperoleh berbagai data dan informasi untuk pembelajaran sesuai dengan kebutuhan pengembangan kemampuan dalam ilmu pengetahuan militer dan berbagai pengetahuan lainnya. Begitu pula dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, di mana para prajurit sudah terbiasa menggunakan smartphone dan akses internet dalam kehidupan sehari-hari. Sistem komputerisasipun sudah menjadi bagian sarana utama yang digunakan para prajurit untuk mendukung tugas-tugasnya. Teknologi-teknologi yang berkembang di era revolusi industri 4.0 ini dapat memberikan kemudahan bagi prajurit untuk mengembangkan kemampuannya sekaligus mendukung pelaksanaan tugasnya. Namun tidak dipungkiri banyak juga penggunaan teknologi tersebut yang berdampak negatif bagi prajurit karena kurangnya kontrol, sehingga mengganggu pelaksanaan tugas pokok. Dampak perkembangan revolusi industri 4.0 ini harus menjadi perhatian militer, termasuk bagi Korps Marinir agar nilai positifnya dapat dimaksimalkan sekaligus nilai negatifnya dapat diminimalisir.
⁃ Alutsista. Perkembangan Revolusi Industri 4.0 telah menghasilkan teknologi persenjataan, teknologi informasi dan intelijen, Alutsista canggih serta sistem digitalisasi di dalamnya untuk memudahkan interoperabilitas. Alutsista yang dihasilkan terus berkembang dengan pesat dari waktu ke waktu. Terlebih lagi negara-negara di dunia sudah menyadari perubahan bentuk perang modern yang begitu kompleks dan didukung strategi perang informasi. Hal ini juga terpengaruh oleh perlombaan senjata negara-negara maju, sehingga perkembangan teknologi Alutsista begitu dinamis. Pilar teknologi Alutsista yang banyak dikembangkan saat ini berbasis pada digitalisasi, komputerisasi, otomatisasi, kecepatan jelajah dan daya hancur yang lebih efektif. Berbagai contoh bentuk persenjataan era revolusi industri 4.0 tersebut seperti sistem peralatan tanpa diawaki oleh tenaga manusia atau unmanned system, seperti Unmanned Aerial Vehicle (UAV), Unmanned Surface Vehicle (USV) dan Unmanned Sub-Survace Vehicle (USSV). Begitupula dengan senjata-senjata laser, seperti yang dimiliki oleh Amerika Serikat berupa LaWS (Laser Weapon System) yang telah beroperasi di kapal logistik amfibi USS Ponce, dengan kecepatan jelajah dan daya rusak yang sangat tinggi. Contoh lainnya pengembangan Tank Armata oleh Rusia dengan memiliki turret sepenuhnya otomatis dan tanpa awak yang dilengkapi dengan meriam 125 milimeter yang mampu mencapai target dengan jarak tujuh kilometer dengan kecepatan tembak 12 peluru per menit. Perkembangan teknologi Alutsista yang begitu dinamis memang sulit untuk diimbangi oleh militer Indonesia, termasuk Korps Marinir di tengah berbagai keterbatasan dalam aspek anggaran, infrastruktur industri pertahanan, kemampuan riset dan litbang. Kedepan sudah saatnya militer Indonesia, khususnya Korps Marinir dapat memperhatikan implikasi revolusi industri 4.0 agar tidak tertinggal dan mampu beradaptasi.
⁃ Taktik dan Strategi Militer. Perkembangan teknologi militer di era revolusi industri 4.0 berpengaruh pada perkembangan taktik dan strategi militer yang aplikatif dengan teknologi tersebut, seperti contohnya perang informasi dan penerapan peperangan berbasis jaringan (Network Centric Warfare). Strategi Perang Informasi. Pada era revolusi industri 4.0 yang ditandai digitalisasi data, maka informasi merupakan senjata yang dapat mematikan musuh dan dapat pula menghancurkan diri sendiri sehingga penguasaan terhadap informasi adalah langkah utama dan penting untuk meraih keunggulan informasi (information superiority). Oleh karena itu pada definisi awalnya “information operations” adalah tindakan-tindakan untuk mempengaruhi informasi dan sistem informasi musuh sedangkan pada saat yang sama mempertahankan informasi dan sistem informasi sendiri. Operasi informasi terdiri atas tindakan-tindakan yang dilaksanakan untuk memperoleh keuntungan, mengeksploitasi, mempertahankan, atau menyerang informasi dan sistem informasi dan mencakup informasi dalam peperangan dan peperangan informasi dan dilaksanakan sepanjang semua fase sebuah operasi dan lintas rentang operasi-operasi militer. Operasi-operasi ini ada untuk mendukung para komandan dalam menentukan situasi, menilai ancaman-ancaman dan risiko-risiko serta mengambil keputusan yang benar secara tepat waktu. Keputusan seperti itu dapat dicapai bila keunggulan informasi telah diraih dan dipertahankan pada tingkatan tertentu. Dalam latihan perang, operasi informasi sudah sering diaplikasi oleh militer termasuk Korps Marinir. Operasi informasi dilaksanakan olah Satuan Tugas Informasi (Satgas Info) dengan melaksanakan operasi informasi ofensif dan operasi informasi defensif untuk merebut dan mempertahankan keunggulan informasi yang terdiri dari kegiatan public affairs, pengamanan informasi, pengelabuan militer, psyops (operasi psikologi), kontra opini, pernika informasi dan cyber warfare (perang siber). Walaupun begitu, kemampuan perang informasi ini masih perlu peningkatan. Hal ini mengingat ancaman dan bahaya perang Informasi di Indonesia ditinjau dari aspek operasi informasi, intelijen, elektronika, psikologi/urat syaraf dan hacker potensinya sangat besar dan belum diimbangi dengan kekuatan dan kapabilitas militer untuk menghadapinya. Untuk itu, kapabilitas dalam menjalankan perang informasi sangat penting bagi Korps Marinir. Dalam hal ini, perlu adanya strategi dan upaya-upaya antisipasi, adaptasi dan akselerasi perkembangan teknologi informasi di era revolusi industri 4.0 melalui penataan kebijakan, pengembangan infrasruktur serta peningkatan kualitas piranti keras dan piranti lunak dengan memanfaatkan industri dalam negeri. Di samping itu, perlu adanya strategi untuk meningkatkan kualitas dan kapabilitas prajurit Korps Marinir di bidang teknologi informasi melalui peningkatan fasilitas dan kesejahteraan, sistem pendidikan dan latihan serta pemberian apresiasi bagi prajurit yang berkompeten.
⁃ Strategi militer berbasis teknologi Network centric warfare (NCW). Perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan elektronika yang begitu pesat di era revolusi industri 4.0 telah dimanfaatkan untuk mendukung kepentingan komunikasi antar pasukan, ant'ar komponen militer atau jalur komando yang difasilitasi oleh sistem komando kendali (Siskodal) militer modern dalam bentuk Network centric warfare (NCW) secara terintegrasi. Inti dari network centric warfare adalah penggunaan dan penyebaran informasi untuk memperoleh keunggulan di medan perang. Menurut doktrin Network Centric Warfare (NCW), keunggulan tersebut diwujudkan melalui proses-proses yaitu menghubungkan pasukan dengan network untuk memudahkan pertukaran informasi yang akan meningkatkan kualitas informasi (kelengkapan informasi, kemutakhiran informasi) dan meningkatkan kesadaran situasional (situational awareness), sehingga akan dapat meningkatkan efektivitas pencapaian misi. Dalam implementasinya di lapangan, doktrin NCW terlihat dari mulai digunakannya berbagai peralatan informasi dan komunikasi yang semakin intens sejak perang teluk I dan II. Perangkat seperti GPS, NVG dan Kamera telah digunakan pada level individu dan saling terhubung melalui jaringan komunikasi militer. Selain perangkat pengirim informasi, perangkat penerima informasi seperti laptop dan PDA juga digunakan untuk menerima informasi real time intelligence. Dengan demikian, pasukan di lapangan dapat menerima informasi gambar perkembangan situasi secara real time dari UAV ataupun satelit mata-mata dan mengambil keputusan dan tindakan dengan cepat. Konsep Teknologi network centric warfare (NCW) dalam operasi militer telah begitu berkembang dan bukan hanya digunakan oleh negara adikuasa seperti AS dan Rusia saja atau negara maju seperti Tiongkok dan India, namun juga mulai diadopsi oleh berbagai negara berkembang lainnya, termasuk Australia sebagai negara tetangga terdekat dengan Indonesia. Negara-negara tersebut berlomba-lomba mengembangkan konsep NCW dan tidak dapat dipungkiri banyak negara tetangga Indonesia juga mulai mengadopsi konsep NCW ini, sehingga menjadi keharusan bagi Indonesia untuk mengadopsinya dalam strategi pertahanan negara. Walaupun konsep pengembangan teknologi NCW dalam strategi pertahanan negara belum termaktub secara jelas dan terarah, namun selama ini terus direspon oleh TNI. Dalam hal ini, TNI telah mengembangkan sistem "Network Centric Warfare" dalam kebijakannya, termasuk dalam latihan operasi gabungan tiga matra (Latgab TNI 2019), di Pos Tinjau T-12 Puslatpur Marinir-5 Baluran. Dalam latihan tersebut, sistem interoperability merupakan isu utama karena merupakan bagian dari platform yang sedang dibangun oleh TNI yaitu Network Centric Warfare. Hal ini memperlihatkan bahwa teknologi NCW sudah mendapat respon kuat dari TNI dengan berbagai rencana pengembangan platform yang perlu didukung adanya pengembangan secara jelas dan terarah khususnya dalam strategi militer yang selama ini memang masih menjadi harapan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, walaupun Program pengembangan sistem operasi berbasis teknologi Network Centric Warfare (NCW) telah ditetapkan sebagai platform pembangunan kekuatan TNI, namun memang masih banyak kendala/hambatan untuk mengimplementasikannya dalam strategi pertahanan negara serta kendala/hambatan terkait kesiapan personel, Alutsista, sarana prasarana dan peralatan pendukung pengembangan teknologi NCW tersebut. Kendala/hambatan terkait pengembangan strategi pertahanan negara termasuk halnya Doktrin TNI dan Doktrin masing-masing Angkatan yang masih belum terintegrasi, khususnya berkaitan dengan penerapan konsep NCW yang jelas dan terarah. Begitu pula dengan kesiapan personel, Alutsista serta sarana prasarana pendukungnya yang selama ini masih belum memadai merupakan tantangan tersendiri dalam pengembangan strategi pertahanan negara berbasis teknologi NCW guna mendukung keberhasilan tugas pokok TNI. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan berbagai langkah strategis agar pengembangan strategi militer yang berbasis teknologi Network Centric Warfare (NCW) dapat diaplikasikan oleh TNI termasuk Korps Marinir, baik kesiapan Doktrin, Alutsista, personel maupun sarana prasarana dan peralatan pendukungnya.
PELUANG DAN TANTANGAN REVOLUSI INDUSTRI 4.0
Peluang.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era revolusi industri 4.0 memunculkan berbagai bentuk peluang bagi militer khususnya Korps Marinir dalam mengembangkan kekuatan dan kemampuan yang lebih handal, mengefektifkan pelaksanaan tugas serta memberikan kemudahan-kemudahan dalam penyelesaian permasalahan yang ada. Berbagai bentuk peluang tersebut, diantaranya :
⁃ Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi yang didukung internet akan memudahkan prajurit untuk mendapat data dan informasi yang dibutuhkan. Hal ini dapat berguna bagi pengembangan pengetahuan prajurit sekaligus dapat mendukung tugas-tugas.
⁃ Penetrasi alat-alat elektronik di era industri 4.0 seperti komputer dan handphone yang telah menjadi sarana umum bagi militer menjadi peluang untuk memberikan kemudahan dalam berbagai pelaksanaan berbagai tugas dan kegiatan Korps Marinir. Gadget-gadget tersebut mampu mendukung sistem administrasi dan komunikasi yang cepat dan efisien.
⁃ Kemajuan persenjataan dan peralatan militer khususnya Alutsista canggih dapat diadopsi untuk probangkuat Korps Marinir yang modern barbasis kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan teknologi tersebut seperti hadirnya robotic, bigdata dan artificial intelligence dapat menggantikan beberapa tugas manusia yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan kekurangan personil atau menjawab efisiensi penggunaan personel.
⁃ Digitalisasi Alutsista dan sistem operasi militer yang terintegrasi akan memudahkan prajurit marinir dalam pelaksanaan operasi gabungan untuk mendukung pencapaian tugas pokok secara efektif. Pengintegrasian sistem komando dan pengendalian (Siskodal) seperti pada jaringan komunikasinya yang dilengkapi dengan informasi gambar perkembangan situasi secara real time dapat membantu mempercepat proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan penugasan operasi yang dilaksanakan oleh Korps Marinir seperti pada operasi amfibi atau ekspedisoner, sehingga kegiatan proses perencanaan dan pengambilan keputusan (Biltus) tersebut semakin efektif, efisien dan cepat dan bahkan dapat dilaksanakan di kapal markas sambal melaksanakan lintas laut (Linla) menuju daerah sasaran.
⁃ Hadirnya berbagai jenis perangkat lunak yang dapat memberikan berbagai kemudahan dalam penyelesaian tugas atau permasalahan di Korps Marinir seperti aplikasi e-planning and e-budgeting yang dapat membantu efektivitas, efisiensi dan transparansi dari proses perencanaan dan penyusunan anggaran untuk mencegah inefisiensi, overlapping dan pemborosan anggaran; aplikasi manajemen perbekalan dan aset yang memudahkan pendataan, pengawasan, pelacakan dan mengkategorisasikan aset fisik seperti senjata, kendaraan atau perlengkapan militer lainnya yang ada di Korps Marinir serta aplikasi manajemen pemeliharaan dan perawatan yang dapat membantu memantau dan menjadwalkan waktu pemeliharaan dan perawatan serta dapat mempertahankan daur hidup (life circle) dari material yang ada dalam kondisi siap operasi.
⁃ Hadirnya teknologi seperti UAV atau drone yang berukuran besar atau kecil yang berkemampuan multi fungsi sebagai pengintai (Reconnaissance), Pengawasan (Surveillance), Pengiriman logistik atau yang dipersenjatai (lethal autonomous weapon) sebagai penyerang akan dapat meningkatkan daya gempur (firepower and mobility), perlindungan (protection) dan keamanan (secure) bagi satuan-satuan Korps Marinir di medan pertempuran.
⁃ Perkembangan teknologi di segala bidang baik di bidang informasi, elektronik ataupun persenjataan memberikan sebuah kemungkinan untuk membentuk satuan yang multi domain termasuk berkemampuan siber (cyber capability) yang mampu bertempur disegala medan tempur termasuk di dunia siber (cyberspace).
Tantangan.
Revolusi industri 4.0 tidak hanya menyediakan peluang bagi kemajuan industri pertahanan dan teknologi militer, tetapi juga tantangan bagi militer negara-negara berkembang termasuk Korps Marinir. Dalam hal ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pemicu revolusi industri juga diikuti dengan implikasi lain bagi Korps Marinir apabila tidak mampu adaptif terhadap perkembangan revolusi industri 4.0. Tantangan terbesar dari perkembangan era industri 4.0 bagi prajurit, khususnya Korps Marinir sebagai salah satu kekuatan TNI adalah kesiapan SDM yang harus memiliki kapabilitas yang tidak hanya sebatas kompetensi menggunakan teknologi saja, namun lebih dari itu harus lebih memahami secara mendetail teknologi tersebut. Dengan begitu, setiap prajurit dapat benar-benar menguasainya serta mampu memaksimalkan kelebihan yang dimilikinya dan mengetahui titik kelemahan hingga cara mengatasinya. Begitu pula dengan tantangan di bidang pengembangan kekuatan dan kemampuan Alutsista yang adaptif dengan perkembangan teknologi era industri 4.0. Tantangan ini memaksa Korps Marinir harus mampu mengembangkan interoperabilitas Alutsista berbasis teknologi komputerisasi dan otomatisasi yang terintegrasi.
SDM
Kesiapan. Saat ini Korps Marinir memiliki kekuatan SDM yang cukup besar dengan pengembangan organisasi Pasukan menjadi 3 (tiga) Pasmar yang diperkuat dengan berbagai satuan infanteri, Artileri, Kavaleri, Banpur dan Intai amfibi marinir (Taifib). Prajurit-prajurit yang tergabung dalam Korps Marinir telah mendapatkan berbagai bentuk Pendidikan dan pelatihan yang berjenjang, termasuk kursus-kursus di bidang teknologi. Secara umum gambaran kemampuan SDM Korps Marinir dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 adalah sebagai berikut : Pertama, Kesiapan SDM Korps Marinir dalam hal penggunaan teknologi informasi dan komunikasi saat ini sudah memiliki kapasitas basic skiil dan knowledge yang cukup memadai dalam pelaksanaan tugas sehari-hari; Kedua, Kesiapan SDM Korps Marinir dalam hal teknologi komputerisasi saat ini sudah beradaptasi dalam operasional hardware dan software serta teknologi elektronika lainnya yang modern. Walaupun demikian sebagian prajurit masih terbatas pada kemampuan basic dalam mengoperasionalkan peralatan komputer; Ketiga, Kesiapan SDM Korps Marinir dalam hal adaptasi terhadap teknologi Alutsista modern baik manual maupun sistem digitalisai dan integrasi cukup memadai. Namun masih cukup terbatas di tengah kondisi kesiapan Alutsista yang terbatas pula; Keempat, Kesiapan SDM Korps Marinir dalam hal inovasi teknologi sejalan perkembangan revolusi industri 4.0 masih belum memadai ditengah pesatnya perkembangan teknologi tersebut serta terbatasanya sara riset dan litbang yang
Tuntutan. Perkembangan lingkungan strategis di era Revolusi Industri 4.0. dalam aspek militer menyebabkan terjadinya Revolutionary in Military Affairs (RMA) yang berimplikasi pada perubahan strategi perang dan taktik tempur dalam dunia militer. Penggunaan teknologi sistem deteksi, komunikasi, komputerisasi dan persenjataan modern menuntut kompetensi akademik dan keterampilan yang tinggi pada para prajurit yang menggunakannya. Untuk dapat memanfaatkan peluang sekaligus menjawab tantangan era Revolusi Industri 4.0, maka setiap prajurit Korps Marinir dituntut untuk memiliki kemampuan khusus di bidang teknologi di samping kekuatan fisik dan mental. Kemampuan khusus tersebut berupa kompetensi dan kapabilitas sebagai berikut :
Pertama, setiap prajurit wajib memiliki kapabilitas untuk menggunakan teknologi informasi, komunikasi dan komputerisasi sesuai perkembangan revolusi industri 4.0. Saat ini, teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi kebutuhan penting dalam mendukung kagiatan maupun tugas operasional prajurit. Peralatan seperti smartphone, komputer dan layanan internet di era revolusi industri 4.0 saat ini sangat berguna bagi kepentingan militer, baik untuk kebutuhan informasi maupun komunikasi. Kemampuan menggunakan telepon pintar diperlukan agar setiap prajurit dapat dengan cepat memenuhi kebutuhan informasi dan komunikasi. Demikian pula dengan kemampuan menggunakan Internet yang merupakan salah satu jaringan yang memang efektif untuk memberikan informasi, menyediakan informasi dan penerima informasi dengan cepat untuk mendukung tugas sebagai prajurit, terutama aplikasi untuk membantu mengantarkan pesan dengan cara mudah misalnya ada aplikasi e-mail serta media sosial yang merupakan aplikasi berbasis online dan bisa memudahkan prajurit mendapatkan informasi dan berkomunikasi dengan cepat. Sementara itu, kemampuan menggunakan sistem komputerisasi diperlukan bagi prajurit untuk mendukung dalam berbagai kegiatan seperti kedinasan, pendidikan maupun operasional peralatan berbasis komputer. Terkait dengan kapabilitas untuk menggunakan teknologi informasi, komunikasi dan komputerisasi, maka setiap prajurit perlu mendapatkan pendidikan maupun kursus secara memadai. Selan itu perlu juga ada pembinaan dan pembekalan khusus agar setiap prajurit dapat menggunakan teknologi informasi, komunikasi dan komputerisasi secara bijak sesuai dengan kebutuhan. Pembinaan dan pembekalan tersebut mencakup berbagai kemampuan berupa :
1) Pemahaman Literasi Informasi dengan tujuan : Agar setiap prajurit dapat mengakses informasi secara efisien dan efektif; Agar setiap prajurit dapat meningkatkan kemampuan membaca, menganalisis dan menggunakan informasi di dunia digital (Big Data), sekaligus mengevaluasi informasi secara kritis, kompeten dan kreatif; Agar setiap prajurit dapat memiliki pemahaman dasar persoalan etis/hukum di seputar akses dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi secara bijak.
2) Pemahaman Literasi Media dengan tujuan : Agar setiap prajurit dapat memilah dalam menggunakan sarana media informasi, komunikasi dan komputerisasi, serta penggunaan media tersebut secara aman mengingat akan berhubungan dengan kepentingan militer; Agar setiap prajurit dapat bijak menggunakan media sesuai peruntukan dan kebutuhannya tanpa mengganggu tugas pokoknya; Agar setiap prajurit dapat memiliki pemahaman dasar persoalan etis/hukum di seputar penggunaan media ataupun memiliki kemampuan komunikasi dalam media..
3) Pemahaman Literasi Teknologi dengan tujuan : Agar setiap prajurit dapat menggunakan teknologi digital, sarana komunikasi dan/atau jaringan yang sesuai untuk mengakses, mengelola, memadukan, mengevaluasi dan menciptakan informasi agar berfungsi untuk menunjang tugasnya; Agar setiap prajurit dapat menggunakan teknologi sebagai sarana untuk penelitian, pengaturan, evaluasi serta pengembangan kemampuannya; Agar setiap prajurit dapat memahami cara kerja peralatan mesin, aplikasi teknologi serta sistem persenjataan yang ada untuk dapat dipergunakan secara efektif dan efisien.
Kedua, setiap prajurit harus memiliki kemampuan bidang kepemimpinan dan manajerial dalam menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0. Organisasi militer khususnya Korps Marinir membutuhkan sosok prajurit yang memiliki kapabilitas sebagai pemimpin sekaligus sebagai manajer untuk menghadapi perkembangan teknologi informasi, komunikasi, komputerisasi, otomatisasi serta jaringan-jaringan Siskodal di era revolusi industri 4.0 yang begitu pesat. Setiap prajurit dituntut untuk memiliki kompetensi kepemimpinan yang tangkas (agility) dan visioner. agar dapat bersama-sama dengan anggotanya untuk dapat menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0. Karakter kepemimpinan tersebut dibutuhkan oleh prajurit dalam hubungannya dengan satuan, anggota serta dalam mengambil keputusan dan mengembangkan organisasi. Di samping itu, setiap prajurit dituntut pula untuk dapat memiliki kapabilitas sebagai manajer untuk dapat membuat perencanaan, pengorganisasian, pengatualisasian dan pengontrolan (planning, organizing, actuating dan controlling/POAC) terhadap kagiatan organisasi dalam mengoptimalkan berbagai peluang dan menjawab tantangan era revolusi industri 4.0. Karakter manajerial tersebut dibutuhkan oleh prajurit dalam hubungannya dengan pengaturan, penggunaan dan pengembangan teknologi yang terus berkembang pesat. Dengan kapabilitasnya dalam hal kepemimpinan dan manajerial, maka prajurit mampu berpikir dan bertindak lebih cepat mengantisipasi perubahan dampak globalisasi pada era Revolusi Industri 4.0. Karakter pemimpin yang tangkas dan visioner serta karakter manajer yang handal akan dapat menciptakan figure prajurit dengan kapabilitas yang mampu beradaptasi dan memiliki motivasi kuat untuk menguasai dan mengembangkan organisasi Korps Marinir yang kokoh dan dinamis.
Ketiga, memiliki kapabilitas untuk dapat beradaptasi dan mengaplikasikan perkembangan teknologi militer. Korps Marinir harus mampu beradaptasi terhadap perkembangan teknologi militer di era revolusi industri 4.0 yang begitu cepat dan masif. Produk teknologi militer seperti sistem deteksi, sarana informasi, komunikasi dan komputerisasi serta berbagai persenjataan modern yang terus berkembang harus mampu dikuasai oleh setiap prajurit. Dalam hal ini, setiap prajurit harus dapat beradaptasi dengan cepat dalam mengaplikasikan teknologi baru, sekaligus dapat mengadopsi perkembangan teknologi tersebut dalam lingkup operasionalnya. Peralatan teknologi militer yang telah dimiliki harus mampu dikuasai dengan mahir, sehingga adaptasi terhadap pengembangan ke depannya akan mudah diaplikasikan. Sementara itu, pengembangan dan pengadaan peralatan teknologi yang baru harus dapat disinergikan dengan peningkatan kapabilitas prajurit yang akan mengawakinya. Hal ini mengingat bahwa keseimbangan antara pengembangan kapabilitas prajurit merupakan hal yang penting, akan tetapi biasanya kurang sebanding dengan cepatnya perkembangan teknologi, sehingga berimplikasi pada ketertinggalan dalam aspek teknologi. Dalam hal ini, prajurit yang adaptiflah yang akan mampu menjawab tantangan perkembangan teknologi militer di era Revolusi Industri 4.0 dan mampu mengaplikasikan teknologi tersebut dalam pelaksanaan tugas.
Keempat, memiliki kapabilitas untuk berinovasi di bidang teknologi militer. Perkembangan teknologi militer di era Industri 4.0 yang begitu pesat saat ini, dipengaruhi pula oleh adanya perlombaan negara-negara maju, sehingga semakin mempercepat terciptanya produk teknologi-teknologi yang baru dari waktu ke waktu. Teknologi militer yang mengandalkan kecanggihan Alutsista, berbagai peralatan nir awak, mesin-mesin robotik, otomatisasi, kecepatan dan ketepatan, juga tetap membutuhkan personel-personel yang tak hanya mampu mengoperasikan, tapi juga dapat berinovasi sejalan dengan laju perkembangan teknologi tersebut. Kemampuan inovasi merupakan satu kebutuhan penting di era revolusi industri 4.0 agar mampu survive dan tidak jauh tertinggal dalam persaingan global. Untuk itu, Korps Marinir harus mampu meningkatkan kapabilitas prajurit dalam berinovasi dengan berbagai teknologi yang berkembang. Peningkatan kapabilitas prajurit untuk berinovasi cukup penting terealisasi dengan pendidikan, riset dan pengembangann yang mensinergikan antara pengetahuan, sains dan teknologi secara menyeluruh, sehingga memiliki kemampuan untuk menciptakan produk-produk teknologi militer baru yang lebih handal, lebih canggih dan lebih memudahkan prajurit dalam pencapaian tugas pokoknya.
Alutsista.
Kondisi alutsista Korps Marinir Indonesia saat ini memang belum didesain untuk menghadapi perkembangan dari Revolusi Industri 4.0 karena masih belum berbasis teknologi modern dengan interoperabilitas, siskodal yang masih berbasis voice data dan masih terbatasnya peremajaan alutsista sehingga belum bisa kompatibel dengan teknologi terkini. Saat ini Korps Marinir mengoperasikan berbagai unit Tank Amfibi, kendaraan pendarat amfibi (Ranratfib), Rantis dan Ransus. Begitupula dengan pengoperasian berbagai senjata Artileri medan seperti Meriam howitzer 105 mm dan peluncur roket multilaras (MLRS) serta persenjataan Artileri Pertahan Udara (Arhanud) seperti Meriam Hanud. Sebagian dari Alutsista tersebut memang sudah cukup tua dan dari aspek teknologi dapat dikatakan masih tertinggal. Sementara itu, beberapa Alutsista Korps Marinir yang memiliki teknologi cukup memadai seperti Tank BMP-3 dengan persenjataan ATGM canon berkaliber 100 mm, kanon otomatis berkaliber 30 mm dan mitraliur berkaliber 7,62 mm. Begitupula dengan kendaran pendarat amfibi BT-3F yang memiliki pengendali senjata DPV-T (RWCS) dan senapan mesin 7.62mm x 54mm serta dilengkapi dengan layar dan laser untuk pengintaian, pengawasan dan akuisisi target. Sebagian besar Alutsista Korps Marinir dalam kondisi siap operasional dan siap mendapatkan pengembangan khususnya sistem digitalisasi untuk memudahkan integrasi agar tercapai interoperabilitas.
Di masa depan, Alutsista Marinir dituntut dapat dikembangkan dalam sistem digitalisasi, komputerisasi dan otomatisasi agar lebih mudah diitegrasikan untuk menciptakan interoperabilitas. Interoperabilitas atau keterhubungan Alutsista Korps Marinir dalam satu sistem yang terintegrasi sangat diperlukan pada era Revolusi Industri 4.0, mengingat hal tersebut merupakan elemen utama dari arsitektur pertahanan militer sebagai efek penggentar (deterrence effect) dalam strategi penangkalan, sekaligus sebagai sarana penting untuk memenangkan persaingan dan peperangan. Perubahan atau peningkatan kecanggihan teknologi Alutsista berjalan sesuai dengan perkembangan teknologi serta perubanan ancaman dan strategi militer. Perkembangan perang modern bercirikan asimetris dan nonlinier yang memanfaatkan seluruh sarana prasarana dan sistem senjata berbasis teknologi informasi, komunikasi, komputerisasi, digitalisasi serta otomatisasi persenjataan yang modern dan canggih, sehingga seluruh Alutsista terhubung dalam satu sistem dan dipergunakan secara terintegrasi.
Sistem komputerisasi dan digitalisasi dapat menghasilkan interoperabilitas Alutsista, khususnya sebagai media penerima dan pengolah data informasi serta sebagai pengembangan mekanisme dari sistem operasional Alutsista yang semula bersifat manual menjadi serba otomatis karena menggunakan media komputer dan sistem digital. Komputerisasi dan digitalisasi pada era Revolusi Industri 4.0 dapat dimanfaatkan untuk penggunaan/operasional Alutsista yang terintegrasi, sehingga dapat lebih berdaya guna dengan kecepatan dan efektifitas dalam operasionalnya. Salah satu upaya untuk meningkatkan interoperabilitas adalah dengan membuat perencanaan kebutuhan Alutsista secara terintegrasi antar matra. Melalui perencanaan kebutuhan secara terintegrasi, maka dapat dicegah timbulnya redundansi dalam pengadaan Alutsista. Keuntungan lain yang diperoleh dari perencanaan secara terintegrasi adalah meningkatnya interkoneksitas dan interoperabilitas pada saat digunakan dalam operasi gabungan. Selain itu, perlu adanya pengembangan sistem komputerisasi dan digitalisasi pada Alutsista, sehingga dapat mudah terintegrasi dalam satu sistem untuk mengefektifkan pelaksanaan operasi. Alutsista ini juga harus secepatnya dikembangkan agar berbasis pada penggunaan teknologi big data dan artificial intelligence melalui inovasi.
Taktik dan Strategi Militer.Perkembangan teknologi pertahanan di era Revolusi Industri 4.0 akan terus berjalan dengan cepat dan masif, sehingga diyakini sangat berpengaruh terhadap perubahan taktik dan strategi militer. Hal ini tidak dapat dipungkiri menjadi tantangan tersendiri bagi Korps Marinir untuk selalu menyesuaikan taktik dan strategi militer, khususnya dalam menghadapi perkembangan ancaman dan bentuk perang di masa datang. Sejalan dengan perkembangan perang masa datang, maka teori RMA (Revolution in Military Affairs) tetap akan berjalan seiring dengan mengandalkan kekuatan senjata dengan kendali jarak jauh dan terintegrasi. Para pakar RMA banyak berbicara tentang penerapan “space control” untuk peperangan di masa datang, dimana perang akan didominasi oleh perang informasi dan perkembangan strategi NCW (Network Centric Warfare) dengan penguatan interoperabilitas sistem kendali satelit, telekomunikasi dan jaringan komputer. Dalam perkembangan strategi militer selanjutnya, maka konsep operasi gabungan atau joint operation, akan menjadi prioritas utama.
Korps Marinir sebagai bagian integral dari TNI dan TNI AL adalah salah satu kekuatan dalam Operasi gabungan TNI, terutama saat pelaksanaan operasi Amfibi dan Operasi Pertahanan Pantai yang melibatkan dukungan kekuatan udara dan kekuatan lainnya. Namun seiring dengan perkembangan ancaman dan perang di masa mendatang yang asimetris, maka operasi gabungan ini akan dapat berubah atau berkembang lebih luas dalam bentuk organisasi gabungan dari matra darat, laut, dan udara, bahkan dengan melibatkan unsur-unsur kekuatan sipil dan pemerintah secara terintegrasi. Bahkan dalam operasi tersebut akan ada pemanfaatan kekuatan gabungan antara teknologi physical dan psychological. Sistem digitalisasi dan komputerisasi canggih akan mengendalikan semua elemen kekuatan pasukan. Perangkat lunaknya didasarkan pada pengetahuan bagaimana otak bekerja dan juga umpan balik dari sensor yang menyatukan senjata dengan sistem otak dan saraf dari operator. Hal-hal tersebut menjadi tantangan yang harus dapat dijawab oleh Korps Marinir, agar dapat beradaptasi dengan berbagai bentuk perubahan atau perkembangan taktik dan strategi militer di era revolusi industri 4.0. Artinya, utuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0, maka Korps Marinir harus dapat beradaptasi, berakselerasi dan berinovasi dengan melakukan perubahan serta pengembangan taktik dan strategi militer yang lebih terintegrasi.
No comments:
Post a Comment