Sebagai
poros kawasan strategis internasional, maka dalam satu dekade terakhir
kawasan Asia Pasifik menjadi sorotan dan pusat perhatian negara-negara
yang ada di kawasan. Hal ini dikarenakan faktor ekonomi dan militer
negara-negara Asia Pasifik yang terus berkembang dan mampu menyamai
bahkan melebihi kawasan Eropa. Pertumbuhan rata-rata gross domestic
product negara Asia Pasifik (diluar Amerika Serikat dan Australia) saar
ini secara kolektif mencapai 6,4%, dimana angka ini melewati pertumbuhan
GDP kawasan Eropa yang hanya di bawah 4%. Selain dibidang ekonomi, maka
dibidang militer negara-negara Asia Pasifik terus meningkatkan anggaran
belanja miiliter setiap tahunnya. Sejak tahun 2006, negara Cina,
Singapura, Taiwan, Korea Utara, Korea Selatan, dan Australia masuk ke
dalam daftar 25 negara yang menghabiskan dana diatas lima miliar US
dollar per tahun untuk belanja militer.
Peningkatan
kemampuan, kekuatan dan kapasitas militer yang dilakukan negara-negara
Asia Pasifik dapat dijadikan suatu indikator bahwa mereka sangat peduli
pada aspek pertahanan dan keamanan. Fenomena tersebut merupakan kondisi
nyata faktual yang membuat Amerika Serikat (AS) semakin melirik kawasan
ini dan secara perlahan-lahan meninggalkan Timur Tengah. Semenjak era
pemerintahan Presiden Obama, kebijakan politik luar negeri AS mengalami
perubahan yang signifikan dibandingkan era Presiden Bush. Perubahan
kebijakan yang dilakukan oleh AS terkait pada aspek politik, ekonomi,
dan militer secara berkala masuk ke dalam kawasan Asia Pasifik sebagai
poros kawasan strategis dunia yang harus diperhatikan oleh AS. Oleh
karena itu, melalui transformasi kebijakan politik luar negerinya,
kekuatan militer AS yang sebelumnya fokus di Timur Tengah secara berkala
melaksanakan migrasi ke kawasan Asia Pasifik. Tujuan pemindahan
kekuatan militer AS adalah untuk menjaga keamanan regional Asia Pasifik
karena kawasan ini dianggap sebagai pusat perekonomian dunia. Namun
demikian, ada empat alasan krusial yang turut menjadi penyebab
pemindahan pasukan militer AS, yaitu :
- Melakukan usaha penyeimbangan terhadap hegemoni militer Cina.
- Membantu kekuatan pertahanan setiap aliansi AS yang berada di kawasan Asia Pasifik dalam menghadapi ancaman.
- Berpartisipasi dalam penyelesaian internal conflict yang melanda Asia Pasifik, seperti isu North Korea Peninsula, Senkaku Dispute, serta konflik Laut Cina Selatan.
- Meningkatnya arms race antar negara di kawasan Asia Pasifik.
Berbagai
alasan diatas membuat kebijakan militer AS fokus terhadap isu- isu
strategis yang terjadi di kawasan Asia Pasifik. Melalui pemindahan
kekuatan militernya, AS ingin menunjukkan kehadiran dan pengaruhnya yang
besar dikawasan. Penguatan diplomasi militer terus dilakukan AS dalam
menjaga hubungan dengan aliansinya seperti Australia, Jepang, Korea
Selatan, Thailand, dan Filipina. Pada tahun 2006, Trilateral Security
Dialogue antara AS, Jepang, dan Australia dikukuhkan dalam rangka
meningkatkan kerjasama militer untuk menjaga stabilitas keamanan
regional Asia Pasifik. Kerjasama multilateral tersebut menandakan bahwa
AS turut berpartisiasi dalam menjaga kawasan Asia Pasifik melalui
penempatan pasukan militernya di Jepang dan Australia. Selain itu, AS
turut melakukan kerjasama militer dengan Korea Selatan melalui Mutual Defense Treaty
dalam menghadapi ancaman nuklir dari Korea Utara. Sedangkan pada
kawasan Asia Tenggara, AS siap membantu Thailand dan Filipina dalam
menghadapi Cina pada isu konflik Laut China Selatan. Negara AS
menyatakan akan membantu aliansinya di Asia Tenggara apabila mendapat
tekanan dan ancaman militer dari Cina.
Dalam rangka melaksanakan kebijakan penempatan pasukan militernya, negara AS membuat kebijakan United States Pacific Command (USPACOM) pada tahun 1947. Upaya untuk berpartisipasi di kawasan Asia Pasifik memang sudah lama dicanangkan, namun demikian usaha ini sempat tersendat dikarenakan misi AS dalam melawan teroris yang fokus di kawasan Timur Tengah pada era Bush. Bertolak pada kebijakan Obama yang baru dan kebangkitan Cina membuat kebijakan USPACOM kembali dijadikan pedoman utama AS. USPACOM dijadikan landasan untuk mendukung transformasi militer AS dengan landasan frame work sebagai berikut :
Dalam rangka melaksanakan kebijakan penempatan pasukan militernya, negara AS membuat kebijakan United States Pacific Command (USPACOM) pada tahun 1947. Upaya untuk berpartisipasi di kawasan Asia Pasifik memang sudah lama dicanangkan, namun demikian usaha ini sempat tersendat dikarenakan misi AS dalam melawan teroris yang fokus di kawasan Timur Tengah pada era Bush. Bertolak pada kebijakan Obama yang baru dan kebangkitan Cina membuat kebijakan USPACOM kembali dijadikan pedoman utama AS. USPACOM dijadikan landasan untuk mendukung transformasi militer AS dengan landasan frame work sebagai berikut :
- International rules yang merupakan serangkain aturan terhadap tiap matranya untuk menyelesaikan sengketa tanpa paksaan.
- Partnership untuk meningkatkan hubungan tiap aliansi dan sekutu AS.
- Presence yang menyatakan kehadiran AS harus dapat beradaptasi pada perubahan lingkungan strategis.
- Force projection yang merupakan kebijakan investasi militer AS yang dilakukan di kawasan Asia Pasifik.
- Unity of Effort yang merupakan kesatuan penuh dari semua sektor pemerintahan untuk mendukung kekuatan militer AS.
- Strategic communication untuk memastikan lancarya komunikasi yang dilakukan AS terhadap pada sekutunya di Asia Pasifik.
- Readiness to fight yang menyatakan bahwa USPACOM memiliki perintah komando untuk menyatakan perang dalam menjaga keamanan Asia Pasifik.
USPACOM menjadi ladasan kuat bagi AS untuk menempatkan kekuatan darat, udara, dan lautnya di kawasan Asia – Pasifik yang dan menjadi haluan dan strategi agar penempatan pasukan militer AS dapat terlaksana secara efektif, efisien dan terintegrasi di kawasan Asia Pasifik. Kebijakan tersebut mencakup kekuatan matra darat, udara, dan laut yang merupakan kekuatan gabungan. Strategi ini terbagi menjadi lima bagian yang masing-masing menjabarkan peta kekuatan militer amerika di Asia Pasifik. Strategi ini secara jelas menyatakan bahwa AS melakukan transformasi militernya secara serius.
- USPACFLT (United Sates Pacific Fleet). Strategi ini terkait dengan peluncuran armada kapal induk AS yang ditempatkan di dekat kawasan Jepang yang mampu membawa puluhan pesawat tempurnya. Selain itu, strategi PACFLT memiliki kapasitas 180 kapal tempur dan 140,000 personel angkatan laut.
- MARFORPAC (The Marine Forces Pacific) . Strategi ini merupakan kekuatan marinir AS yang mampu mengerahkan pasukannya di pesisir laut dan ditengah laut. Kekuatan total dari MARFORPAC mencangkup 74 ribu personel marinir.
- PACAF (The Pacific Air Force) . Strategi ini merupakan operasi militer angkatan udara AS yang didukung oleh sembilan pangkalan udara militer yang berlokasi di kawsan Asia Pasifik. Selain itu PACAF turut memiliki kekuatan tempur sebanyak 300 pesawat tempur dengan dukungan 40 ribu personel angkatan udaranya.
- USARPAC (The US Army Pacific Command) . Strategi ini merupakan kekuatan operasi militer angkatan darat AS di kawasan Asia pasifik yang memiliki kekuatan 600 ribu personel.
- SOCPAC (The Special Operations Pacific Command) . Strategi ini merupakan kekuatan operasi militer AS yang terdiri dari 1,200 pasukan khusus yang memiliki multi dispilin ilmu militer. Strategi SOCPAC mampu melaksanakan operasi gabungan militer yang dilakukan di kawasan Asia Pasifik.
Mengacu
pada penempatan kekuatan militer AS, dapat dilihat bahwa secara tidak
langsung AS sudah mengepung kawasan Asia Pasifik. Pasukan militer AS
telah ditempatkan di kawasan Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan
melalui kekuatan matra darat, udara, dan laut. Jumlah pasukan militer
di Jepang sebanyak 35,000 personel, sedangkan di Korea Selatan sebanyak
30,000. Hal ini menegaskan bahwa AS selalu siap sedia apabila Jepang
mendapatkan tekanan dan agresi dari Cina dalam kasus Senkaku Island.
Sedangkan penempatan pasukan di Korea Selatan juga menandai bahwa AS
selalu siap melawan agresi dan ancaman nuklir dari Korea Utara. Pasukan
tempur AS melakukan latihan militer secara rutin dengan pasukan Korea
Selatan dalam rangka knowledge transfer dan juga sebagai usaha untuk
melawan ancaman nuklir Korea Utara.
Sedangkan pada kawasan Asia Tenggara, negara AS juga telah menempatkan empat Littoral Combat Ship/LCS di
Singapura. Penempatan kapal tempur ini bertujuan untuk siap siaga
apabila Singapura, Filipina, dan Thailand mendapat tekanan dan agresi
dari Cina pada kasus laut cina selatan. Pada kawasan Australia, Guam,
dan Hawaii, terlihat bahwa terjadi penambahan jumlah pasukan militer AS.
Sebanyak 2,500 pasukan marinir AS ditempatkan di Australia sebagai
bentuk partisipasi dalam menjaga stabilitas keamanan wilayah Pasifik.
Sedangkan di kawasan Guam dan Hawaii, kekuatan tempur AS hadir melalui
masing-masing matra darat, udara, dan laut.
Mengacu pada jumlah dan penempatan pasukan militer AS, realita ini selaras dengan konsep defensive structural realism yang mengatakan bahwa tiap negara selalu melakukan tindakan untuk menciptakan kemananan. Pihak AS tidak melakukan serangan secara langsung kepada Cina ataupun Korea Utara, namun demikian AS membangun kekuatan militer melalui penempatan pasukannya ditiap aliansi dan sekutunya yang dengan sangat jelas memperlihatkan bahwa AS meningkatkan kapabilitas militernnya secara rasional, melalui penguatan hubungan diplomatik dan kerjasama militer dengan Jepang, Korea Selatan, dan Australia.
Mengacu pada jumlah dan penempatan pasukan militer AS, realita ini selaras dengan konsep defensive structural realism yang mengatakan bahwa tiap negara selalu melakukan tindakan untuk menciptakan kemananan. Pihak AS tidak melakukan serangan secara langsung kepada Cina ataupun Korea Utara, namun demikian AS membangun kekuatan militer melalui penempatan pasukannya ditiap aliansi dan sekutunya yang dengan sangat jelas memperlihatkan bahwa AS meningkatkan kapabilitas militernnya secara rasional, melalui penguatan hubungan diplomatik dan kerjasama militer dengan Jepang, Korea Selatan, dan Australia.
No comments:
Post a Comment