Nusantara merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan (Archipelago Teritory) yang membentang dari Sabang di Sumatera sampai dengan Marauke di Papua. Terminologi kata Nusantara pertama kali dijumpai pada pertengahan abad ke -19 hingga ke-16 dalam literatur bahasa Jawa untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut “Majapahit”. Setelah sempat tenggelam, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka kelanjutan dari Hindia-Belanda yang tak kunjung terwujud. Ketika penggunaan nama "Indonesia" disetujui untuk dipakai, maka kata Nusantara tetap digunakan sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia hingga sekarang. Penggunaan kata Nusantara dikandung maksud bahwa lautan yang mengitari wilayah daratan negara Indonesia merupakan wahana pemersatu antar pulau-pulau yang menjadi territory Indonesia.
Hari Nusantara dicanangkan oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada 13 Desember 1999. Penetapan hari ini dipertegas dengan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 126 Tahun 2001, sehingga tanggal 13 Desember resmi menjadi hari perayaan nasional.
Sejarah Hari Nusantara dilandasi adanya Deklarasi Djuanda yang dicetuskan oleh Djuanda Kartawidjaja (Perdana Menteri Indonesia pada saat itu ) pada tanggal 13 Desember 1957. Deklarasi ini merupakan penegasan kepada dunia bahwa laut Indonesia (termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia) menjadi satu kesatuan wilayah NKRI.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (Archipelagic State), sehingga laut-laut antar pulau pun merupakan wilayah Republik Indonesia dan bukan kawasan bebas.
Substansi dan Isi dari Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 antar lain :
”segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak daripada Negara Republik Indonesia. Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan / mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia”.
Dalam Deklarasi Djuanda terkandung suatu konsepsi negara maritim “Nusantara”, yang melahirkan konsekuensi bagi pemerintah dan bangsa Indonesia untuk memperjuangkan serta mempertahankannya hingga mendapat pengakuan internasional. Deklarasi Djuanda merupakan landasan struktural dan legalitas bagi proses integrasi nasional Indonesia sebagai negara maritim.
Pergelaran Hari Nusantara 2011 kali ini mengambil tema pengamanan Nusantara, yakni upaya meningkatkan kemampuan pertahanan dan kesejahteraan masyarakat dalam rangka menuju negara maritim. Jika dicermati, maka tema tersebut mengisyaratkan bahwa sudah saatnya segenap instrumen dan para perancang konsep pertahanan negeri ini merubah paradikma dan mindset berpikir dalam merumuskan grand strategy pertahanan nasional dari yang selama ini berorientasi kepada land base oriented menjadi ocean base oriented. Sebagai negara maritim, maka tidak dapat dipungkiri bahwa dalam merumuskan konsep strategi raya pertahanan nasional harus dilandasi oleh aspek-aspek dan instrumen kemaritiman. Secara lebih spesifik, bahwa konsekwensi sebagai negara maritim, maka negeri ini harus memiliki strategi maritim yang tidak lain didalam terminologi militer disebut juga dengan strategi Angkatan Laut yang merupakan penjuru bagi instrumen strategi lainnya. Tuntutan sebagai negara maritim mewajibkan negeri ini harus memilki kekuatan Angkatan Laut yang besar, kuat dan modern.*** (Admin)
Mohon ijin Paban, Desember 1999 presiden kita bukan Soeharto, tapi Abdurrahman Wahid. Kecuali Dankormar Desember 1999, masih Bapak S. :)
ReplyDeleteterima kasih koreksinya...hehe
ReplyDelete