Pengaloksian anggaran untuk penggadaan dan pemeliharaan Alutsista yang mencapai angka Rp90 trilliun tersebut dapat dikatakan cukup fantastis. Hal ini dikarenakan untuk APBN 2012 berjumlah sekitar Rp1.400 triliun. Artinya, anggaran untuk pertahanan dialokasikan lebih dari 15% dari total APBN. Pengalokasian seperti ini benar-benar sebuah terobosan.
Setelah sekian lama anggaran untuk pertahanan berada pada posisi non-skala prioritas, baru pertama kalinya Indonesia membuat anggaran pertahanan yang cukup besar bahkan melebihi pos anggaran untuk dunia pendidikan.
Dengan anggaran itu, para ahli persenjataan Indonesia mulai melakukan pengecekan pasar. Dua pasar utama di dunia Amerika Serikat dan Eropa langsung dijajaki. Aksi borong persenjataan ini tentu saja sangat membanggakan, karena sudah barang tentu akan dapat mendongkrak daya tawar Indonesia di kawasan terlebih khusus terhadap negara "Sonora" (baca : sini orak sono orak) yang secara faktual acap kali "mengusili" kedaulatan dan yurisdiksi nasional. Dengan kata lain fenomena diatas sekaligus membawa pesan bahwa "jangan coba-coba lagi mengusik dan menjahili kedaulatan NKRI".
Dalam sepuluh tahun terakhir ini, "Sonora" terus menerus memperlihatkan ancamannya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan sesukahatinya mencaplok beberapa wilayah di perbatasan NKRI.
Keputusan untuk membekali TNI dengan persenjataan baru, merupakan hal yang patut dibanggakan. Seorang anggota DPR-RI dari Komisi Pertahanan, menyebutkan dari 111 pesawat tempur yang dimiliki TNI saat ini, sedikitnya terdapat 50 buah pesawat yang tidak dapat dioperasikan. Dengan data ini rakyat semakin paham betapa tepatnya keputusan pemerintah yang memberikan alokasi anggaran yang cukup besar bagi bidang pertahanan.
Di tengah perbincangan soal modernisasi persenjataan ini sedang berlangsung, tiba-tiba muncul kabar yang cukup menggembirakan. Bahwa pemerintah Amerika Serikat siap menghibahkan sebanyak 24 buah pesawat tempur jenis F-16 kepada Indonesia. Siapapun yang mendengar berita ini pasti menyambutnya dengan rasa gembira. Karena ternyata di hari gini masih ada negara asing yang berbaik hati memberikan secara cuma-cuma sejumlah pesawat tempurnya.
Berita itu disambut gembira, juga karena menyiratkan sebuah perkembangan baru bahwa embargo persenjataan yang dikenakan pemerintah AS kepada Indonesia sejak pertengahan 1990-an, dengan sendirinya sudah dicabut atau telah tercabut.
Namun yang cukup memprihatinkan, dalam rapat dengar pendapat antara Komisi I DPR-RI dengan Kementerian Pertahanan, muncul kabar bahwa 24 pesawat tempur yang diberikan gratis oleh Washington itu adalah pesawat rongsokan dan tidak layak operasi. Jadi bukan pesawat siap pakai yang tinggal diterbangkan ke Indonesia. Untuk kelayakan siap operasi pesawat tempur tersebut harus dilakukan perbaikan yang total biaya perbaikannya mencapai sekitar Rp6 triliun dan harus ditanggung sendiri oleh negara penerima hibah.
No comments:
Post a Comment