Kawasan Laut China Selatan sudah sejak lama diyakini kaya dengan sumberdaya minyak dan gas. Menurut sejumlah diplomat, China yang sejak mengalami tingkat perekonomian berkembang pesat dan berimbas pada pembangunan kekuatan militer secara besar-besaran, telah menekan banyak perusahaan asing yang telah membuat kesepakatan dengan Vietnam untuk tidak mengembangkan blok-blok minyak dan gas itu. Akibatnya, pada tahun 2007, seperti ditulis Reuters, raksasa minyak BP Plc menghentikan rencana untuk melakukan eksplorasi di lepas pantai selatan Vietnam karena sengketa wilayah dengan China, terutama menyangkut Kepulauan Spratly dan Paracel yang sama-sama diklaim oleh China, Taiwan, Brunai, Filipina, Malaysia, dan Vietnam.
Beberapa bulan terakhir suasana di perairan Laut China Selatan kerap terjadi ketegangan sehubungan dengan sengketa klaim kepemilikan dan penguasaan Kep. Spratly dan Kep Paracel. Sebagai bentuk “Show of Force” China, Negeri Tirai Bambu ini mengirimkan kapal patroli terbesarnya, melibatkan 14 kapal patroli, kapal pendarat, kapal selam pemburu, dan sejumlah pesawat tempur ke Laut China Selatan terkait sengketa kepemilikan atas kepulauan di perairan seluas 3,5 juta kilometer (km) persegi tersebut, dan China Daily melaporkan bahwa penambahan pasukan Pengawas Maritim China (CMS), badan penegak hukum paramiliter yang berpatroli di perairan China memiliki 16 pesawat dan 350 kapal pada akhir rencana lima tahun pada 2015 dan lebih dari 15.000 personel dan 520 kapal pada 2020. Tentunya, tindakan ini akan memicu ketegangan dan kekhawatiran negara sekitar tetangganya, seperti Vietnam, Filipina, Brunei, Taiwan, dan Malaysia yang juga mengklaim dan berhak atas wilayah perairan Laut China Selatan yang diperkirakan kaya sumber daya alam. Terutama, sekitar Kepulauan Spratly yang diduga menyimpan cadangan gas bumi dan minyak melimpah, sekitar 10 kali cadangan minyak Amerika serikat atau sekitar 213 milliar barel.
Sengketa teritorial di kawasan Laut China Selatan khususnya sengketa atas kepemilikan dan penguasaan Kep. Spratly dan Kep Paracel mempunyai perjalanan sejarah konflik yang panjang dan telah melibatkan banyak Negara seperti, Inggris, Perancis, Jepang, RRC, Vietnam yang kemudian melibatkan pula Malaysia, Brunai, Filipina dan Taiwan. Berdasarkan bukti bukti sejarah China, Kepulauan Paracel yang terletak 300 Km sebelah tengggara pantai China telah dikuasai oleh Pemerintahan Dinasti Han antara 206 sebelum Masehi hingga 220 sesudah Masehi. Disebutkan pula oleh Direktur Institut Arkeologi Provinsi Guangdong; Gu Yunguan, 98 persen benda-benda yang telah ditemukan digugus Paracel merupakan mata dagangan buatan China. Sejak itu RRC terus melancarkan berbagai upaya demi membuktikan kedaulatannya atas Kepulauan Paracel termasuk Kepulauan Spratly dengan berpegang pada dokumen sejarah dan peninggalan Arkeologi. Sementara Vietnam, selain mendasarkan tuntutannya pada aspek Hukum Internasional juga mengkombinasikan dengan aspek Historis. Vietnam menandaskan sudah menguasai kepulauan itu sejak abad 17. Berdasarkan catatan sejarah mengungkapkan kepulauan yang juga disebut Hoang Sa dalam bahasa Vietnam (Xisha dalam bahasa China) masuk dibawah distrik Binh Son Vietnam. Sengketa teritorial dikawasan Laut China Selatan ini bukan hanya terbatas masalah kedaulatan atas kepemilikan pulau-pulau, tetapi juga bercampur dengan masalah hak berdaulat atas Landas Kontinen dan zona ekonomi ekslusif (ZEE) serta menyangkut penggunaan teknologi.
Masalah keamanan dan kedaulatan maritim yang kerap mucul di kawasan Laut China Selatan perlu mendapat perhatian serius. Sesuai visi dalam dokumen ASEAN 2020 menyebutkan tujuan-tujuan dari kerjasama ASEAN dan menjadikan kawasan ASEAN pada dekade kedua Millenium sebagai kawasan yang mewujudkan wadah kerjasama negara-negara Asia Tenggara, yang hidup dalam perdamaian dan kemakmuran, menyatu dalam kemitraan yang dinamis dan komunitas yang saling peduli serta terintegrasi dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Oleh karena itu, kita tentu berharap pemerintah Negara-negara ASEAN yakni Malaysia, Brunei, Filipina dan Vietnam Malaysia dan Negara tetangga lainnya yang sesama anggota ASEAN bersikap arif untuk duduk bersama mencari jalan keluar secepatnya agar sengketa klaim-mengklaim ini tidak berlarut-larut. Meskipun Indonesia bukanlah merupakan penuntut atas gugus Kepulauan Spratly dan Paracel, dan tidak terjadi masalah perbatasan maritim dengan Laut China Selatan akan tetapi menjadi pelajaran bagi Indonesia untuk membangun kekuatan laut menjadi sebuah kekuatan yang disegani dalam menjaga kedaulatan Negara RI serta memiliki bargaining power yang signifikan di kawasan guna ikut serta bersama-sama negara ASEAN dan negara-negara lain mewujudkan terciptanya perdamaian dan keamanan di kawasan ASEAN.
No comments:
Post a Comment