WELCOME TO MY BLOG .....WELCOME TO MY BLOG .....WELCOME TO MY BLOG .....WELCOME TO MY BLOG .....WELCOME TO MY BLOG .....WELCOME TO MY BLOG....."

24 October 2011

Mindset dan Visi Banga Maritim

Herus dibedakan antara antara istilah kelautan dan maritim. Kelautan merujuk kepada laut sebagai wilayah geopolitik maupun wilayah sumber daya alam, sedangkan maritim merujuk pada kegiatan ekonomi yang terkait dengan perkapalan, baik armada niaga maupun militer (TNI AL), serta kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan itu seperti industri maritim dan pelabuhan. Kebijakan kelautan merupakan dasar bagi kebijakan maritim sebagai aspek aplikatif dan implementasinya.

Konstelasi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, mengharuskan negara merumuskan suatu kebijakan kelautan yang jelas, berwawasan global dan bervisi ke depan karena menyangkut geopolitik bangsa. Kebijakan kelautan adalah kebijakan negara kepulauan sehingga variabel keruangan harus lengkap, tidak hanya monodimensional laut dan konsep tri-matra (darat-laut-udara).

Sejalan dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka variable kebijakkan kelautan mejadi multi-matra (darat termasuk pegunungan; permukaan air dari mata air di hulu sampai permukaan laut; kolom air di sungai, danau maupun laut; pesisir; dasar laut; bawah dasar laut; atmosfir; stratosfir dan angkasa luar). Dengan kemajuan teknologi transportasi dan komunikasi tentunya variabel keruangan dalam merumuskan kebijakkan kelautan dapat dikembangkan, sehinga tidak hanya sekedar meneruskan kebijakkan masa lampau yang terkesan kuat berorientasi pada daratan.

Budaya agraris tradisional yang diwarisi kpd bangsa Indonesia telah ikut mempengaruhi implementasi visi dan kebijakan maritim. Masyarakat agraris tradisional di pedalaman cenderung statis, introvert dan feodal. Berlainan dengan budaya pesisir yang lebih terbuka dan egaliter serta biasa memanfatkan pengaruh luar karena interaksi niaga antar bangsa. Komunitas pesisir menjadi lemah di masa lampau karena tidak adanya persepsi bersama menghadapi merkantilisme Eropa sehingga kerajaan-kerajaan pesisir hancur ditaklukkan, menghadapi tekanan dari kolonialisme dan juga serangan dari pedalaman. Dengan demikian budaya yang dominan adalah budaya agraris tradisional, yang antara lain ditandai sampai sekarang oleh kebiasaan mayoritas anak-anak menggambar gunung, sawah dan matahari dan nyaris tidak penah menggambar pemandangan pantai dan laut.

Mentalitas yang demikian tercermin pada orientasi pendidikan kita, yang cenderung melatih orang untuk menghafal (statis), dengan ketaatan di luar batas pada guru (feodal) dan kebiasaan guru untuk tidak terbuka dan tidak murah hati dalam mentransfer ilmu (introvert). Dengan kultur demikian sulit bagi bangsa kita untuk berubah maju atas kehendak sendiri. Perubahan selalu terjadi karena pengaruh eksternal yang tak tertahankan.

Visi dan program maritim hanya bisa sukses secara berkelanjutan jika terdapat basis kultur yang terbuka, egaliter, haus pengetahuan dan menyukai tantangan perubahan. Pada jangka pendeknya program maritim bisa berjalan dengan merekrut kalangan pengambil keputusan dan para pelaku utama dari kalangan yang mempunyai kultur itu. Tetapi pada jangka panjangnya yang diperlukan adalah perubahan orientasi pendidikan, ke arah rasionalitas ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain merumuskan kebijakkan kelautan, maka visi bangsa maritim juga ditandai dengan keharusan memperkuat bukan saja armada niaga sesuai “asas cabotage”, tetapi juga memperkuat TNI AL, karena di samping menyandang fungsi pertahanan, di manapun juga angkatan laut mempunyai fungsi memproyeksikan kehadiran negara dan fungsi diplomasi, terlebih lagi karena status kita sebagai negara kepulauan mengharuskan kehadiran negara di wilayah perbatasan laut yang begitu luas.

Bangsa maritim harus memiliki jati diri bangsa sebagai penghuni negara kepulauan, yang mempunyai visi dan strategi yang cerdas dan kreatif untuk dapat keluar dari paradigma agraris tradisional ke arah paradigma maritim yang rasional dan berwawasan global. Hal tersebut dilakukan bukan karena kita ingin menjadi negara superpower dan bukan pula diartikan bahwa beralih kelaut dikarenakan sudah terlalu banyak peroblem didarat seperti pengerusakan sumber daya alam dan involusi pertanian, namun itu dilakukan karena kita ingin mengintegrasikan sumber daya terestial dengan sumber daya perairan untuk mencapai nilai ekonomi tinggi demi kesejahteraan rakyat, harga diri dan martabat, keamanan serta kemajuan bangsa.

No comments:

Post a Comment